Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 27 Maret 2013

WHISPER



Hei jangan kesana....

Lewat jalan lain saja....

Hei jangan ke sanaaa...

AAAAAAAAAAAAAAA....!!!!



            “Andra, lo denger teriakan barusan?”, ucapku kepada Andra yang berdiri tepat dihadapanku.

            “Hah? Ga denger gue, emang suara apa?”

            “Suara cewe teriak, masa sih lo ga denger?”, dengan nada getir Marta menambahkan perkataanku.
           
Andra hanya menggelengkan kepala mendengar apa yang kami ucapkan, sepertinya dia merasa kami sedang mengalami halusinasi ringan. Bukankah sudah menjadi hal biasa jika tiga orang wanita sedang menyebrang jalan pasti salah satu diantaranya mempunyai permasalahan “parno” dalam urusan sebrang menyebrang ini. Namun kali ini sangat berbeda, aku yakin betul bahwa apa yang aku dengar tadi bukanlah ilusi, melainkan sebuah realita nyata. Aku dapat merasakan suara getir itu muncul dari lubuk hati, sebuah suara lirih yang membuat bulu kuduku semua merinding.
           
Aku dapat melihat wajah Marta yang pucat membisu, aku yakin dengan sepenuh keyakinanku bahwa Marta juga mendengar teriakan lirih tersebut. Andra hanya menggelengkan kepala melihat kami berdua yang hanya berdiri, terdiam dan membisu di sisi jalan, hingga akhirnya ia pun mengambil inisiatif untuk terlebih dahulu menyebrangi jalan yang sebenarnya tidak terlalu ramai ini. Dengan penuh tenaga aku berusaha menggerakan kaki kananku namun semakin berat aku berusaha, semakin berat juga kaki ku untuk menghentak. Aku hanya dapat melihat Andra mulai berjalan menjauh mendekati sisi jalan yang lain, semakin dia menjauh aku mulai melihat dia makin samar dari kedua bola mataku, lalu... BRAAAAAAK!
           
Sebuah papan reklame jatuh menimpa dirinya lalu seketika cairan kental berwarna merah muncrat segala arah. Semua hilang sepersekian detik, semua yang terlihat bergradasi menjadi buram dan hanya meninggalkan potongan kaki penuh darah yang mendarat tepat di sejengkal di hadapanku.

***
           
Sudah sebulan setelah kejadian menyeramkan itu dan aku sama sekali tak dapat memalingkan ingatanku ke hal lain. Hampir tiap malam aku bermimpi Andra mendatangiku untuk meminta tolong mencarikan bagian tubuhnya yang sebenarnya sudah berserakan entah kemana. Alhasil belakangan ini badanku drop hingga aku harus beristirahat di rumah dan kuliahku menjadi berantakan.
           
Beberapa kali juga aku mencoba untuk menghubungi Marta hanya untuk menanyakan kabarnya. Dari kabar yang kuterima teman teman kampus, Marta juga sering tidak masuk kampus stelah kejadian itu. Aku yakin dia pasti mengalami depresi sama seperti yang sedang kualami saat ini. Sebuah perasaan tidak tenang yang terdengar dari lubuk hati, seperti suara wanita yang sedang bersenandung, ya bersenandung, di saat kau sedang duduk terdiam sendiri di dalam kamar.
           
Mungkin ini sudah kali ke-20 aku menelfon Marta dan sampai sekarang belum ada jawaban yang aku terima. Padahal aku sangat ingin tahu apa yang dia lakukan dan bagaimana keadaannya saat ini. Rasa penasaranku ini membuatku memberanikan diri untuk mengunjungi Marta di rumahnya. Kebetulan rumahku dan Marta tidak terlalu jauh, hanya 15 menit waktu perjalanan normal menggunakan mobil.
           
Tak disangka jalanan nampak sepi, sehingga aku dapat lebih cepat 5 menit tiba di depan rumah Marta. Nampaknya alam benar benar mengizinkanku untuk bertemu dengan Marta kali ini. Namun tak biasanya rumah Marta sangat sepi, "aneh", biasanya jam 7 malam seperti sekarang rumah besar ini masih sangat terang benderang walaupun penghuninya tidak ada di rumah. Tapi apa yang kulihat saat ini sangat tidak biasa. Suasana rumah sangat gelap hanya remang cahaya lampu taman yang berdiri kokoh menyinari seisi rumah yang halamannya yang cukup besar.
           
Aku takut. Pikiranku mulai bercabang tak karuan. Namun, rasa penasaran yang teramat besar membuatku ingin mencari tau bagaimana keadaan di dalam rumah bulat bergaya art deco ini. Aku memalingkan pandangan sejenak dari rumah Marta untuk mengambil tas jinjing milikku yang kuletakan di kursi sebelah. Tiba tiba saat aku membalikan badanku untuk melihat keadaan rumah. Aku terkejut seketika tubuhku merinding, suara suara aneh mulai bermunculan dari dalam otaku.

Aku melihat sesosok Andra berdiri di sebelah kaca mobilku, dia masih sangat terlihat sangat cantik dan stylist walaupun dengan kepala gepeng yang sudah setengah hancur itu. Aku terpaku, aku merasa terpesona melihat senyumnya yang masih tergambar dengan sangat indah. Senyuman dari bibir mungil yang mampu menyamarkan bahwa bagian atas kepalanya hanya meninggalkan otak yang berceceran. Aku menggelengkan kepalaku untuk memastikan apakah yang kulihat ini nyata atau masih bagian dari mimpiku. Dan benar saja, sesaat kulihat keadaan sekitar yang ada hanya sunyi. Aku sedikit kecewa namun aku juga lega karna itu hanya halusinasiku semata. Lalu dengan segera aku turun dari mobil untuk memuaskan rasa penasarnku akan rumah Marta.  

Bersambung...