Ini
merupakan kisah nyata yang baru saja kualami lima hari yang lalu, aku hanya
ingin sharing tentang hal yang baru saja aku alami ini. Kalian mau percaya
dengan cerita ini atau tidak, itu keputusan kalian. Jika aku jadi kalian, aku
lebih memilih untuk tidak mempercai kisah ini namun kenyataannya inilah yang
kisah nyata yang kualami.
****
Kemarin sore ayahku mendadak
menghubungiku, dia bilang bahwa akan berkunjung ke Bandung dan aku diminta
olehnya untuk segera mencarikan hotel untuk dia menginap. Namun karna aku
sangat sibuk, baru pada malam harinya aku sempat untuk mencarikan hotel. Tak
disangka ternyata semua hotel di daerah dago sudah full booked dan akhirnya aku putuskan untuk mencari hotel di sebuah
daerah yang cukup terkenal di Bandung, ya sebuah daerah yang identik dengan
nama travel.
Untuk sebuah bangunan hotel, hotel
ini terlihat sangat kuno dengan dominasi warna merah maroon. Aku kira itu hanya
tampak luar saja tapi ternyata interior hotel juga ini tampak sangat kotor
dengan debu yang bertebaran dimana mana. Aku segera menuju ke resepsionis untuk
memesan kamar untuk hari esok, resepsionis yang berjaga ternyata sedikit aneh.
Dia seorang wanita muda, berambut hitam dengan tinggi kira kira sama denganku
namun mukanya sangat pucat seperti sedang depresi. Lima menit setelah
pembicaraan dengan wanita aneh ini, aku memutuskan untuk memesan kamar No. 420
sebuah kamar deluxe dengan harga yang cukup murah.
Setelah itu aku berbegas untuk pulang
kembali ke kosan karna malam semakin larut, tapi mendadak hujan turun dengan
derasnya. Hujan deras seperti ini membuatku tidak mungkin untuk menggeber
motorku. Dan karna fisik yang mulai lelah dan rasa kantuk yang menyerbu,
akhirnya aku memutuskan untuk menyewa kamar tersebut mulai dari malam ini.
Aku memilih menggunakan lift untuk menuju
ke lantai 4 hotel tersebut. Lift dengan lampu yang cukup redup ini tiba tiba
berhenti di lantai 2, kemudian sepasang anak kembar rambut pirang yang berusia
sekitar 8 – 10 tahun masuk ke dalam lift. Aku kaget, aku melihat jam tangan
sudah meunujukan pukul 10 malam. Kemana orang tua anak anak ini, pikirku dalam
hati. Budaya orang bule memang tak mudah dimengerti, bagaimana mungkin orang
tua anak kembar ini mengizinkan anak mereka untuk keluar tanpa pengawasan,
apalagi ini sudah jam 10 malam. Akhirnya lift berhenti juga di lantai 4, aku
bergegas meninggalkan lift sementara kedua anak kembar tersebut hanya diam saja
sambil berpegangan tangan dengan erat. Aku menoleh kembali kearah lift sesaat
setelah berjalan keluar ternyata kedua anak kembar tersebut sudah tak ada di
dalam lift. Padahal baru saja aku keluar dari dalam lift, tak mungkin secepat ini
kedua anak itu pergi keluar dari dalam lift.
Aku mencoba cuek dan positif thinking.
Mungkin saja karna keadaanku yang sangat lelah membuatku tak menyadari kedua
anak itu pergi dari dalam lift. Aku berjalan dengan santai mencari cari kamar tempatku
menginap ditemani dengan lampu redup di sepanjang lorong hotel yang membuat
keadaan menjadi sangat menyeramkan. Kamar 420 tempatku menginap ternyata
terletang di pojok ruangan. Sebuah kamar yang cukup besar ternyata, dengan
keadaan interior yang cozy dan
bergaya eropa. Aku cukup terkesan dengan hotel ini, aku rasa harga murah yang
ditawarkan tak sebanding dengan fasilitas yang diberikan.
Setelah beberapa saat terkesan dengan
keadaan hotel. Aku segera saja meletakan tas ranselku di kasur dan langsung
menuju ke dalam kamar mandi. Keadaan gerah, apalagi setelah melakukan aktifitas
yang cukup berat seharian membuatku ingin mandi. Mandi air panas cukup bagiku
untuk menghilangkan gerah dan memanjakan diri untuk sesaat. Tak sampai 5 menit
aku keluar dari kamar mandi, memang sangat segar mandi setelah banyak
beraktifitas seharian. Jam di handphone ku sudah menunjukan pulul 11 malam,
namun aku masih juga belum mengantuk, hingga akhirnya kuputuskan untuk
mengambil novel yang kusimpan di dalam tas ranselku. Aku bingung dan sedikit
kaget. Aku yakin kalau daritadi aku sama sekali tak mnyentuh tas ranselku.
Namun saat ini aku malah melihat tas ranselku sudah terbuka lebar, dan novelku
sudah berada di samping tas. Bagaimana
mungkin bisa seperti ini, pikirku dalam hati.
Bulu kuduk ku mulai merinding dengan
fenomena yang cukup aneh ini, namun aku masih mencoba untuk tidak
memperdulikannya. Aku mengambil novel dan langsung menyalakan lampu baca, aku
berharap dapat segera tidur ketika membaca novel ini. Sudah 1 jam berlalu tapi
aku juga belum berhasil tidur, mataku masih sangat segar tanpa bisa tertutup.
“Hii.. hi.. hi.. Kau curang, aku akan
bilang ibu!”
Tiba tiba aku mendengar sebuah suara anak
anak dengan logat Indonesia beraksen Inggris yang kental. Suara itu terdengar
seperti suara seorang anak wanita, yang seorang anak wanita. Apa mungkin itu
anak kembar yang tadi kutemui di lift, tapi ini sudah jam 12 malam. Tak mungkin
kedua anak itu belum juga kembali kedalam kamarnya. Aku sedikit ketakutan namun
rasa penasaranku ternyata berhasil mengalahkannya.
Aku mengintip dari lubang pintu kamar
hotel, aku melihat kedua anak kembar itu ternyata masih bermain kejar kejaran
di depan kamarku, di depan kamarku pada jam 12 malam. Aku mulai merasa aneh
dengan apa yang kulihat dari dalam lubang pintu, dan tiba tiba salah seorang
anak berambut pirang itu terjatuh.Dia kemudian langsung duduk dan menundukan
kepalanya, sepertinya dia sedang menahan tangis. Tak lama kemudian, saudara
kembarnya datang menghampiri seoalah ingin menenangkannya agara tak menangis.
Mendadak saudara kembarnya menoleh kearahku, seakan dia tau bahwa aku sedang
menyaksikan mereka berdua.
“Mau bermain bersama kami?”
Aku kaget. Aku terjatuh ke lantai. Sangat
mengerikan, sangat mengerikan. Aku melihat anak itu berbicara kearahku dari
luar pintu kamar. Namun itu bukan poin mengerikan yang kulihat. Wajah anak itu,
emm, wajah anak itu sangat mengerikan. Bahkan saat inipun aku masih tak dapat
melupakan bagaimana mengerikannya wajah anak itu. Wajahnya yang putih pucat
dengan darah yang mengucur keluar dari kepalanya, sangat menakutkan.
Aku mencoba untuk mengatur nafas
panjangku. Aku masih shock dengan apa
yang baru saja aku lihat. Aku memutuskan untuk kembali ke kasur, aku tak mau
lagi melihat apa yang terjadi di depan pintu. Aku tak berani. Aku sangat takut.
Aku duduk diatas kasur hotel dengan terus
mendekap erat selimut. Aku mencoba untuk menghubungi semua orang yang ada di
handphone ku. Tapi mendadak sinyal hape ku hilang begitu saja. Aku terus
mengotak atik hape ku dengan tujuan agar sinyalnya muncul kembali, tapi tanpaknya
itu hanya perbuatan yang sia sia tanpa arti.
“Jleeb”
Tiba tiba listrik mati. Hotel macam apa
yang mendadak tiba tiba mati lampu jam 1 malam. Wah gila, sial sekali aku malam
ini. Mendadak aku menjadi sangat merinding, aku merasa tiap sudut ruangan kamar
seperti mengawasi gerak gerikku. Aku menjadi mawas diri guna berjaga jaga bila
ada suatu hal yang tiba tiba saja muncul. Rasa takut yang teramat sangat ini,
membuatku tak dapat berpikir secara jernih tapi tiba tiba saja aku menyadari
bahwa di dalam kamar hotel ini ada telfon yang langsung terhubung ke
resepsionis.
Aku segera mengambil gagang telfon dengan
cepat tanpa memperdulikan apa pun. Yang ada dalam pikiranku saat itu hanyalah
bagaimana agar dapat meminta pertolongan orang dengan cepat. Tanpa kusangka
ternyata resepsionis diujung telfon lama sekali mengangkat gagang telfon.
Keringat sudah mulai bercucuran membasahi tubuhku, dan samar samar aku kembali
mendengar suara anak kecil tertawa tepat di depan pintu kaamrku. Aku tak tahan
lagi dengan keadaan ini, kumohon cepat angkat telfonnya!
“Hallo.. Halooo!”, aku langsung berteriak
mendengar suara dari telfon.
“Ya ada yang bisa saya bantu?”, jawab
resepsionis tersebut.
“Cepat ke kamar 420, di sini listrik mati
dan tadi ada... Sudahlah, ayo cepat kemari!”
Aku sangat ketakutan dan sudah tak bisa
berpikir dengan jernih lagi, aku hanya memerintahkan agar siapapun datang ke
kamar ini. Karna untuk membuka pintu kamar saja aku tak punya keberanian.
“Maaf pak, kamar 420?”, jawab resepsionis
tersebut.
“Iya, ayo ceapat suruh orang ke sini!”
“Bapak pasti salah, karna saat ini kamar
420 sedang di renovasi jadi sedang di tutup untuk umum.”
Kemudian telfon terputus. Aku menjadi
makin tak mengerti dengan apa yang baru saja aku dengar, padahal resepsionis
itu sendiri yang memberikanku kamar 420 ini. Aku menjadi bertanya tanya dalam
hati apa yang sebenarnya terjadi saat ini.
Tangis. Ya tak salah lagi, ini suara
tangis. Tiba tiba aku dikagetkan dengan suara anak kecil menangis, tepat
dibelakangku. Lebih tepatnya aku rasa mungkin diatas tempat tidur. Ingin
rasanya aku menoleh kebelakang untuk memastikan apa yang kudengar, namun rasa
takut seakan mencoba untuk menghalangiku. Di dalam ruangan asing, dengan keadaan
gelap dan tiba tiba dikagetkan dengan suara anak perempuan yang sedang menangis,
kira kira apa yang akan kau lakukan?
Lampu menyala. Suara tangis anak
perempuan itu tiba tiba menghilang. Aku memberanikan diri menoleh kebelakang
hanya untuk sekedar memastikan asal suara tadi. Darah. Darah. Aku melihat darah
berceceran diatas kasur. Semua seprei tersusun tak beraturan. Dan ada dua orang
mayat anak kecil yang penuh dengan darah, yang satu terduduk diatas kasur
dengan luka bacok dan yang satunya diatas karpet dengan keadaan kepala yang
sudah hancur. Oh Tuhan, kenapa ini?! Aku tak tau harus berbuat apa. Tiba tiba
saja rasanya isi kepalaku seperti mau pecah berhamburan. Dengan cepat aku
memutuskan untuk lari keluar kamar. Tapi tiba tiba aku kembali dikagetkan
dengan sosok tubuh terjtuh keluar dari dalam lemari. Itu adalah resepsionis
yang tadi kutemui saat akan memesan kamar, dan dia pun sudah dalam keadaan
mati.
Segera aku keluar dari kamar dan lari
dengan kencang tanpa memperdulikan apapun yang ada di hadapanku. Dengan rasa
takut dan fisik yang sangat lelah, aku langsung menghampiri resepsionis yang
sedang berjaga.
“Woi, lo tau apa yang ada di kamar 420?!”,
aku sangat marah kepada resepsionis itu.
“Itu kamarnya kan lagi dibenerin pak...”
“Bangsat! Gue diganggu setan anak kecil!”
Resepsionis tersebut menelan air ludah
mendengar ucapaku barusan. Sepertinya dia juga kaget mendengar perkataanku
barusan. Dengan sedikit paksaan akhirnya resepsionis itu menceritakan bahwa
sebulan yang lalu terjadi pembunuhan di kamar itu. Ada seorang suami istri dan
kedua anak kembarnya sedang liburan dan mereka memesan kamar 402 itu. Namun tak
disangka, tiba tiba saat tengah malam si suami mengamuk tak jelas. Dia membunuh
kedua anak, istrinya dan resepsionis yang berjaga saat itu dengan menggunakan
kapak. Tak jelas si suami tersebut mendapatkan kapak itu darimana, tapi yang
jelas saat ini dia telah diamankan di rumah sakit jiwa.
Lemas aku mendengar perkataan resepsionis
itu. Aku terdiam menerawang jauh keatas plafon. Aku tak tau harus berkata apa, baru
pertama kali aku mengalami hal seperti ini dan aku bersumpah hal ini tak akan
terulang lagi. Ditengah ketidakpercayaanku, aku dikagetkan dengan seorang yang
tiba tiba memegang jari jemari tanganku. Aku menoleh kearahnya, kulihat itu
adalah seorang anak wanita berambut pirang dan dia berkata... “Kakak, ayo
main...”
Bahkan
sampai saat ini pun aku masih merasakan kehadiran kedua anak kemabar itu.
Mereka seperti mengawasiku, mengawasi semua tindakanku..
Jadiin short film horor keren nih... haha
BalasHapus