Oh where can I go to
and what can I do?
Nothing can please me only thoughts are of you
You just laughed when I begged you to stay
I've not stopped crying since you went away
Semua keputusasaan dan kesialan ini adalah buah dari apa yang telah aku lakukan dulu, mungkin dulu sekali. Pepatah cina mengatakan, apa yang kau petik itulah yang akan kau tanam. Dan apa yang kau lakukan sekarang, itulah reinkarnasimu di masa mendatang. Aku hanya orang yang ingin menjadi sempurna, namun gagal. Aku hanya ingin jadi yang terbaik, namun selalu kalah dari godaan. Semua meninggalkanku saat aku memohon untuk tetap tinggal. Suram. Masa depanku suram. Kini aku hanya sendiri di sini, di ruang yang gelap ini.
“Aku sendirian,
hanya aku sendiri ..”
“Tidak.
Kau tidak sendirian, ada aku di sini..”
Aku
menoleh kesumber suara itu berasal. Kulihat diriku yang lain dari sudut yang
gelap ruangan muncul dengan wajah ceria namun penuh aura gelap. Cukup aneh aku
melihat aku yang lain penuh kecerian, sementara aku sendiri sekarang berada
dalam posisi tersulit dalam hidupku. Aku hanya seorang yang lemah, tak berdaya
dan cengeng.
“Apa
yang harus kulakukan sekarang?”
“Yang
harus kau lakukan? Tak ada.”
“Apa
maksudmu?”
Aku
yang lain terdiam sejenak lelu kemudian menyeringai dengan sangat lebar.
Seringainya mengingatkanku pada sosok Jack Nicholson dengan senyum lebar yang licik
dan penuh dengan kengerian.
“Aku
bukan orang yang beruntung dan masa depanku seperti diselimuti hutan belantara
yang sangat gelap..”
“Bagaimana
kau tahu?”, tanya sosok aku yang lain.
“Karna
kesialan, kesepian dan kesedihan seperti sudah menjadi bagian dari hidupku...”
“Bukan.
Maksudku bagaiman kau tau hutan belantara itu gelap? Apa kau pernah ke sana?”
Aku
terdiam mendengar pertanyaan yang kembali diajukan oleh sosok aku yang lain. Sebuah
pertanyaan yang cukup menusuk hati dan membuat aku berpikir untuk menemukan
jawabannya.
“Tidak..
Aku tak pernah kehutan apalagi hutan belantara..”
“Lantas,
kenapa kau berkata seperti itu?”
“......
Aku tak tau, mungkin ini gambaran yang aku dapatkan dari televisi..”
“Tak
usah pedulikan apa yang diutarakan orang lain. Kau yang menjalankan hidupmu
sendiri, hidupmu adalah pilihanmu dan jangan pernah sekalipun kau menyesal
dengan apa yang kau pilih..”
Aku
terkejut mendengar perkataan dari diriku yang lain ini. Dia adalah diriku,
seorang manusia pesimis sampah tapi bagaimana mungkin dia bisa sebijaksana ini.
Aku merasa ingin terus menerus berkomunikasi dengan didirku yang lain ini,
sebuah percakapan yang sebenarnya sangat kunantikan.
“Kau
tau, dunia ini sangat sunyi bagiku. Aku tak berati apa apa di sini. Aku selalu
merasa bahwa matahari seakan menjauh dariku dan mendung sangat betah berada
diatas kepalaku. Semua yang pernah kurasakan dihatiku – mereka semua pergi.
Meninggalkanku...”
“Kalau
begitu, apa yang ingin kau lakukan? Tanya aku yang lain.”
“Tak
tau.. Mungkin mati lebih baik...”
“Setelah
mati, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?”
“Bertemu
Tuhan, mungkin..”
“Tuhan?
Kau yakin Dia ada?”
“Apa
maksudmu?”
“Jika
kau mati bunuh diri hanya untuk menyelasikan masalahmu, bukankah itu tindakan
yang bodoh? Jika Dia ada, mungkin dia akan menerima kau karna kasihan akan
kebodohan kau. Tapi jika Dia tak ada, kau akan menuju kemana? Kau hanya akan
dikenang sebagai orang bodoh yang melukan tidakan yang sangat bodoh - intinya
triple bodoh, oh tidak. Kuartet bodoh lebih layak!”
“Aku
hanya ingin pulang saat ini, duduk dan mengeluh akan hidupku ini mungkin pilihan
yang tepat...”
“Menangis dan
berpikir tentang apa yang telah kulakukan mungkin jauh lebih baik. Tak ada yang
bisa membuatku senang, mungkin hanya kau, diriku yang lain. Diriku yang selalu
melihat segala hal dari sudut pandang berbeda...”
“Apa
yang kau banggakan dariku?”
“Kau
berbeda dariku. Kau adalah sosok yang kuinginkan ada dalam kepalaku...”
“Kau
benar benar bodoh ya?”
Diriku
yang lain ini benar benar sangat meledak ledak dan lugas. Setiap perkataan yang
keluar dari mulutnya menunjukan sikap tegas dan kepercayaan diri yang sangat
tinggi. Aku tak berdaya melawannya. Aku takut.
“Apa
maksudmu?”
“Aku
adalah kau. Dan kau bisa menjadi seperti diriku!”
“Aku
bukanlah orang hebat dan aku tak tau apakah aku bisa menjadi sosok yang hebat.
Waktuku terus menerus berkurang, tapi aku hanya bisa merenung menangisi kesialanku
dan perbuatanku di masa lalu. Aku tau aku bodoh, aku tau aku semua orang pergi
meninggalkanku. Namun aku hanya ingin tetap di sini, menunggu..”
“Apa
yang kau tunggu?”
“Menunggu,
apakah Tuhan itu benar benar ada..”
“Apa
maksudmu?”
“Jika
Tuhan benar benar ada, aku yakin Dia akan datang untuk menolongku keluar dari
kesepian dan keputusasaanku ini. Aku adalah makhluk ciptaanNya dan Dia pasti
akan memberikan yang terbaik untuk hidupku.”
“Bodoh.
Ternyata kau tidak mengerti apa yang telah kita bicarakan sejak tadi.”
“Apa
pedulimu?! Kau hanyalah diriku yang lain. Kau tak nyata!”
“Bodoh!”
Diriku
yang lain berteriak dengan sangat kencang. Dia beranjak langsung kehadapanku
dan mencengkram wajahku dengan kedua tangannya dengan sangat kuat. Tulang
terkorak kepalaku seolah hampir retak karna cengkramannya. Dia mendekatkan wajahnya
kekepalaku dan tampak bersiap untuk kembali berteriak kencang tapi kali ini
dengan volume yang lebih kencang.
“Apa
kau tau? Semua orang memproyeksikan bagaimana Tuhan mereka sendiri. Dan aku
adalah bagaimana proyeksimu akan Tuhan sebagai penyelamat!”
Aku
terkejut mendengar perkataan diriku yang lain ini. Badanku menjadi lemas tak
berdaya, semua energiku habis tanpa tersisa.
“Semua
orang men- Tuhankan diri mereka sendiri, begitu juga kau. Kau yang selalu men-
Tuhankan sifat putus asa dan pesimis, karna itulah semua kesepian dan kesedihan
selalu menyelimuti hidupmu! Bagunlah kau! Dasar Bodoh! Aku muncul untuk
menolongmu!”
***********
Terinspirasi dari lagu Black
Sabbath – Solitude (Album Master of Reality, 1970)