Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 08 Juni 2015

After Midnight: Kucing Hitam



7 Juni, 00:23.

Ketika Vito membuka mata, ia menyadari ada sesuatu yang tak beres. Ia terbangun dikamarnya yang gelap dengan keadaan lemas seperti baru saja memikul beban puluhan ton. Dalam keadaan pusing, ia mencoba bangkit lalu duduk di sisi kiri kasur. Ia berusaha membuka lebar lebar kedua matanya namun apa yang ia pandang semuanya buram, sekilas terlihat tumpukan buku dan baju kotor tergeletak di sudut ruangan. Untuk menyadarkan diri, ia segera menghitung mundur dari angka 100 hingga 0, ini merupakan kebiasaan yang selalu ia terapkan jika ingin sadar ketika mabuk berat.

55, 54, 53, 52....

Di angka 52 tiba tiba saja ia menyadari suatu hal aneh, menurutnya bukanlah kamar apartemennya. Memang beberapa letak perabotan seperti lemari, meja belajar dan televisi sangat mirip dengan letak kamarnya, namun suasana dan aura kamar itu sangat berbeda. Dalam keadaan kamar gelap, ia merasakan adanya hembusan angin yang seolah olah menebus dadanya. Ia mencoba berdiri walupun kepalanya masih terasa sangat pusing untuk mencari tau keberadaannya sekarang.

Baru saja mencoba menggerakan kaki kananya untuk melangkah, ia dikagetkan dengan suara decit pintu mendadak terbuka. Tiba tiba saja seluruh badannya tak bisa digerakan, ia merasakan kaku dari kepala hingga jempol kaki, makin lama pintu terbuka makin lebar. Sebuah kilauan cahaya masuk dari balik celah pintu namun belum cukup membuat ruangan itu menjadi terang. Terlihat dari cahaya itu, sebuah siluet seperti masuk kedalam ruangan kamar.

Ia sadar dirinya tak akan mampu melihat siluet yang mulai mendekat kearahnya. Sekuat tenaga ia mencoba menutup kedua matanya tapi tak bisa, semakin ia mencoba, makin terasa penasaran pula kedua bola matanya dengan siluet tersebut. Seekor kucing hitam tiba tiba saja mucul dari balik pintu, siluet misterius tadi ternyata seekor kucing dengan tatapan mata tajam.

Mengetahui bahwa itu hanya bayangan seekor kucing, Vito langsung bisa mengusai tubuhnya kembali. Nampaknya kaku yang ia alami barusan dikarnakan rasa takut dan terkejut akan bayangan misterius yang tiba tiba saja muncul. Namun karna terkejut, ia langsung terduduk tepat diatas tumpukan baju kotor, tubuhnya kembali tak mampu berdiri.

Kucing hitam itu berjalan dengan pelan namun terus mendekat kearahnya yang sedang tak berdaya. Kucing itu berjalan makin dekat, diiringi hembusan angin yang kembali terasa menembus dada. Tanpa disadari, kini kucing itu sudah berada di betis kirinya kemudian langsung menggosokan kepala dengan manja di bulu kakinya. Ia hanya bisa terdiam melihat kucing itu yang terus menerus menggerakan kepala.

Walaupun kucing itu terus menggerakan kepala di kakinya, ia kembali menghitung mundur berharap tubuhnya kembali bisa digerakan. Baru saja mulai menghitung di dalam hati, ia kembali dikejutkan oleh suatu hal yang aneh.

“percuma saja...”, muncul suara aneh tanpa diketahui asal usulnya.

Ia langsung berhenti menghitung ketika mendengar suara itu. Dengan sigap ia melihat tiap sudut ruangan, mencari sumber suara aneh itu berasal namun semuanya sia sia karna sepertinya tak ada hal yang aneh.  Ia memejamkan mata, lalu kembali mulai menghitung mundur namun lagi lagi suara aneh itu muncul dengan intonasi yang lebih kencang. Ketika membuka mata, ia dikagetkan dengan kucing hitam yang kini telah berada di pangkuannya. Dengan tatapan mata sangat tajam, kucing itu menatap langsung mata Vito seperti akan menerkam mangsa.

“percuma saja kau menghitung....”

Suara itu kembali muncul, setelah kucing hitam itu menggerakan mulutnya. Kini ia tau bahwa sumber suara aneh itu berasal dari si kucing hitam dengan mata tajam dan gigi taring yang runcing, yang saat ini sedang duduk di pangkuannya. Vito tak bisa memalingkan kepalanya dari tatapan si kucing, tapi ia mencoba untuk membuka mulutnya, ia berpikir setidaknya bisa mengeluarkan sebuah kata untuk berbicara dengan kucing tersebut.

“kau berbicara?”, ujar Vito yang akhirnya bisa menggerakan bibirnya.

“tentu saja”, kucing itu membalas perkataan Vito dengan singkat.

Vito masih belum bisa memalingkan matanya dari tatapan tajam si kucing, ia merasakan kengerian yang teramat sangat seolah aliran darahnya mengalir cepat menuju otak. Ia menyadari bahwa matanya akan sulit berpaling dari tatapan si kucing, ia hanya bisa menggerakan mulutnya untuk bertanya pada kucing itu.

“Dimana ini? Apa maumu?”, tanya Vito denga suara pelan.

“Tentu saja dikamarmu.”

“Bukan, ini bukan kamarku.”


Dengan tetap menatap Vito, kucing itu tiba tiba saja tertawa dengan sangat kencang. Sekilas tawanya mengingatkan tawa Joker di serial animasi Batman, sebuah tawa puas setelah berhasil menyeret musuh kedalam perangkap.

“Itu tak penting. Yang paling penting, aku mempunyai sebuah tugas untukmu.”, lanjut si kucing.

“kenapa aku harus menerima tawaranmu?”, balas Vito.

“karna aku akan memberikan semua hal yang kau mau.”, dengan cepar si kucing menjawab pertanyaan Vito, lalu kini ia tersenyum sangat lebar penuh keyakinan bahwa tawarannya akan diterima.

“Aku tau kau tak menginginkan harta”, lanjut si kucing, “hubungan sex dengan wanita berkacamata yang sering kau temui di perpustakaan akan kau dapatkan, percaya ucapanku.”

Vito terkejut dengan ucapan kucing tersebut, bagaimana mungkin kucing itu tau dengan hal yang selalu ia dambakan. Memang sudah hampir 2 bulan ini, ia sering bertemu dengan seorang wanita berkacamata di perpustakaan favoritnya. Wanita itu cantik dengan kulit putih, buah dada besar dan senyuman manis, walaupun belum pernah berkenalan, sejak pertama bertemu ia selalu menjadikan wanita itu sebagai fantasi saat masturbasi. Tak ada seorangpun yang tau tentang wanita berkacamata itu, hal ini dikarnakan Vito memang tak pernah memiliki seorang teman.

“aku tau segalanya.” Lanjut si kucing.

Vito memilih dan merangkai banyak kata di dalam kepalanya, ia menyusun sebuah kalimat untuk bertanya pada si kucing.

“Apa yang kau mau?”, dari banyak kata, ia memilih 3 kata ini untuk ditanyakan pada si kucing.

“hanya hal sepele, aku hanya ingin kau membunuh 1 orang. Malam ini, tepat di jam 2:58 dini hari.” 
Jawab si kucing masih dengan bibir yang tersenyum lebar.

“Bagaimana mungkin membunuh orang merupakan hal yang sepele”, pikir Vito dalam hati. Ini bukan permintaan biasanya bagi pegawai advertising seperti Vito, ditambah lagi yang meminta hal ini adalah seekor kucing hitam yang bisa berbicara.

“kau harus menerimanya, aku benci penolakan.” Lanjut si kucing dengan menatap penuh kearah Vito.

“bagaimana jika aku menolak?”, ujar vito dengan keringat mengucur deras yang membuat rambutnya menjadi basah.

“maka aku aku memakan otakmu, aku tak bercanda.” Kucing itu menghentikan senyumannya, seraya makin menajamkan bola matanya pada Vito. Keadaan makin mengerikan, ia bisa merasakan bahwa kucing hitam ini sama sekali tak bercanda.

“siapa yang harus dibunuh?”, tanya vito

“aku akan membawamu ke tempat orang itu berada.” Ujar si kucing.

Kucing itu langsung pergi dari pangkuan Vito, ia berbalik mundur berjalan kearah pintu. Seketika Vito merasakan tubuhnya kembali bisa digerakan, semua pusing yang tadi ia rasakan pun menghilang, ia kembali segar seperti baru saja mendapat suntikan sebuah ekstasi.

Walaupun tubuhnya sudah bisa digerakan tapi ia tak bisa mengontrol gerakannya. Tiba tiba saja tubuhnya berdiri tanpa menunggu perintah dari otak, kedua kaki juga turut bergerak melangkah kedepan mengikuti si kucing hitam. Sebuah tengah malam yang aneh dan pertama kali dalam hiduonya, ia tak tau si kucing hitam akan membawanya kemana dan membunuh siapa. Ia merasa seperti sebuah boneka yang sedang digerakan oleh seorang dalang.


Tak lama setelah vito dan kucing hitam pergi meninggalkan ruang an tersebut. Melalui pantulan layar televisi, terlihat seorang wanita keluar dari persembunyiannya di kolong kasur. Wanita itu berpakaian pakaian serba putih menyerupai dress yang terlihat sangat kusut, penampilannya sangat lusuh seperti telah bersembunyi sangat lama dibawah kolong kasur itu. 

Wanita itu duduk disisi kasur, rambut panjangnya yang hitam menutupi seluruh wajahnya, hingga tak dapat dikenali. Ia hanya duduk tanpa melakukan apapun, hingga akhirnya menggerakan kedua telapak tangannya. Ia hanya memandangi kedua kedua telapak tangan tersebut tanpa berkata kata.

Kamis, 04 Juni 2015

Kisah Dara dan Kirana



Aku ingin melanjutkan ceritaku yang sempat tertunda cukup lama. Dulu sekali, aku pernah berjanji pada seorang wanita, suatu saat aku akan membuktikan padanya bahwa aku adalah pria yang tepat berada menjadi pendamping hidupnya. Namun 1 tahun berlalu, 2 tahun berlalu, hingga 7 tahun pun berlalu, aku tak pernah bisa menepati janjiku. Tak ada yang harus disalahkan jika 4 hari lagi ia akan segera menikah dengan pria pilihannya. Walaupun aku berjanji akan membuktikan cintaku pada wanita pujaanku, tapi ternyata aku tak pernah sesetia itu padanya.

Saat ini, entah kenapa aku dengan pikiran pikiran kosong, aku mengunjungi sebuah bar yang tak pernah kudatangi sebelumnya. Yang makin aneh, mungkin karna banyak pikiran dan sedikit mabuk, aku curhat dengan seorang penjaga bar ini, seorang pria tua, berusia 60 tahunan dengan rambut penuh uban, sekilas dia mengingatkanku pada sosok Clint Eastwood.

Dengan kepala pusing dan kata kata meracau, plus bau alkohol yang sangat menyengat. Aku bicara pada penjaga bar itu, bahwa aku sedanga jatuh cinta pada seorang wanita. Seorang pemain musik, penulis lagu, bertinggi badan 170 cm, berat badan proporsional. Ia juga memiliki mata bulat, senyum sinis yang memikat, rambut panjang lurus bergelombang, dan yang membuatku tergila gila adalah warna rambutnya yang hitam pekat, seperti kopi pahit tanpa gula. Wanita pemusik itu bernama, Dara. Oiya, hampir lupa, wanita pujaanku bernama Kirana.

Diiringi alunan musik slow rock bernuansa 80an, aku mulai terbawa suasana saat bar ini memainkan lagu Born to be My Baby milik Bon Jovi.

“Hei pak, kau pernah mengalami sebuah dilema?”, aku memanggil si bartender dengan suara yang cukup kencang.

Tanpa berekspresi, bartender itu mendekat kearahku dan kembali memberiku sebuah gelas kecil, yang dari baunya aku tau bahwa itu sebuah jagermeister.

Aku tak tau bagaimana cara mengungkapkannya dengan kata kata, aku hanya ingin ada orang mengerti apa yang aku rasakan. Sudah 9 tahun aku mengenal Kirana dan dari 9 tahun, 7 tahun aku menyianyiakan waktu, menyianyiakan janjiku untuk membuktikan bahwa aku adalah pria yang tepat untuknya. Selama rentang waktu 7 tahun itu, aku bertemu dengan banyak wanita, menghilang sesuka hati, dan lebih parahnya tak pernah 1 kalipun aku berpikir bahwa ia menunggu janjiku.

Aku mulai menyadari kesalahanku, saat aku berkenalan dengan Dara disebuah acara musik, 2 tahun yang lalu. Dara membuatku tak dapat mengalihkan mata saat pertama kali melihatnya. Dara memiliki suara yang sangat lembut, dan kemampuan bermain gitar yang seketika membuatnya bertambah cantik 200 persen. Setelah mengenal satu sama lain cukup lama, ternyata aku dan Dara memiliki banyak kesamaan.

Aku tak sadar semua kata kata itu keluar dari mulutku, penjaga bar dan beberapa orang yang duduk disebelahku ternyata mulai menyimak semua kisah busukku. Dengan keadaan yang mulai mabuk, aku kembali melanjutkan curhatanku.

Selama 1 tahun kebelakang, aku dan Dara menghabiskan waktu bersama. Lewat pesan singkat dari ponsel, ia selalu membangunkanku tiap pagi, akupun selalu membalas dengan ucapan selamat tidur saat malam tiba. Dara merupakan seorang pencipta lagu yang sangat puitis, sebagai seorang pria, aku beruntung selalu jadi yang pertama mendengar lagu ciptaannya, ”take my hand let’s see where we wake up tomorrow. Best laid plans sometimes are just a one night stand~”, itu adalah sebuah line yang menjadi favoritku dari semua lagu yang ia ciptakan. Kami memiliki hubungan sangat dekat seperti sepasang kekasih, namun aku dan Dara bukanlah sepasang kekasih.

Kedekatanku dan Dara dikarnakan kami memiliki kisah cinta yang sangat sama. Aku menjanjikan suatu hal yang tak bisa kutepati pada Kirana, Dara ternyata memiliki kisah yang sama denganku. Ia sangat mencintai seorang pria yang menghilang dari kehidupannya, pria itu menghilang dengan janji akan kembali padanya. 7 tahun berlalu pria itu tak pernah kembali namun ia tetap mengharapkan pria itu datang, itulah alasan terbesarnya menjadi seorang pemusik. Ia selalu berharap lewat lirik lagu ciptaannya yang peluh, pria itu ingat dan kembali datang untuk mencarinya.

Selama 1 tahun ini, aku selalu berusaha menjadi right man in the right place untuk Dara, meskipun aku tau itu akan percuma. Rasa penasaranku dan kekagumanku akan sosok Dara yang selalu membuatku berdegup, makin  membuatku lupa akan janjiku pada Kirana. Aku seolah tak peduli dengan Kirana, meskipun teman temanku pernah berkata bahwa Kirana masih menungguku.

Semakin lama, kedekatan kami pun makin intens dengan pertemuan yang terjadi setiap hari, hubunganku dengan Dara makin tak karuan. Tak ada kejelasan dari hubungan yang kami jalani, ia masih terus mencipatakan lagu dengan lirik sendu nan puitis sebagai ungkapan isi hatinya menanti janji seorang pria pujaannya.

Bulan berganti bulan dan aku sepertinya mulai kehilangan Dara. Tiba tiba saja, tak ada lagi ucapan selamat pagi, tak ada lagi lirik lagu yang ia tanyakan, tak ada lagi senyumannya, dan tak ada lagi pesan darinya yang masuk di ponselku. Seketika, aku mencoba mencarinya namun hasilnya nihil, ia hilang bak ditelan bumi.

Tak lama, aku mengetahui satu hal, ternyata dara berhasil mendapatkan apa yang ia impikan selama ini. Pria impiannya, kembali hadir dihadapannya setelah menghilang selama hampir 7 tahun. Aku tak bisa memahami apa yang maksud dari tindakan Dara kali ini. “Lantas kenapa jika pria itu kembali menemuimu?!! Tetap saja kau tak bisa meninggalkanku seperti ini!!!”, teriaku di dalam hati. Pikiranku berkecamuk membuat dada menjadi sesak, kepala pusing seperti dihantam balok berukuran raksasa. Walaupun aku dan Dara bukanlah seorang kekasih tapi bagiku saat ini, ia sangat menghianati perasaanku dan apa yang telah aku korbankan padanya selama 1 tahun ini.

Seketika aku teringat akan janjiku pada Kirana, sebuah janji yang telah aku lupakan. Aku ingin datang menemui Kirana, di tempat amg tak pernah aku dan dia rencakan sebelumnya. Tapi ternyata semua itu, juga menjadi sia sia belaka. Aku mendapatkan kabar, bahwa tak lama lagi Kirana akan segera melangsungkan pernikahannya. Kirana akan menikah dengan salah satu temanku yang selama ini mejadi tempat mencurahkan isi hati kegalauannya.

Tak seperti Dara, Kirana menyerah menunggu kedatanganku tapi... tapi Dara meninggalkanku untuk seorang yang ia cintai sejak lama. Aku hanya ingin tertawa meratapi nasibku, selama 7 tahun aku memiliki semuanya namun hanya dalam hitungan hari aku kehilangan semua itu. Kali ini keadaan tak berpihak padaku, aku tau ini semua karna keegoisanku semata. Realitanya, memang tak selamanya manusia mendapatkan apa yang mereka inginkan, sebesar apa aku sabar untuk mendapatkan Dara, tetap saja tak sebesar rasa cintanya pada pria pujaannya, begitu pula sebaliknya, sebanyak apa aku berkata sangat mencintai Kirana, tetap saja logika dan perbuatanku menunjukan Kirana tak pernah untukku. Aku tak bisa menangis, hanya bisa menyalahkan keadaan yang saat ini terjadi padaku. Meratapi nasib dengan duduk sendiri di bar, memang menjadi pilihan tepat bagi pria seperti diriku. Saat ini aku hanya hamparan bintang di langit yang mulai kehilangan cahaya, karna termakan oleh gelapnya malam.

Tanpa sadar aku menangis dihadapan semua orang yang berada di bar, penjagan bar kembali memberiku minum tapi kali ini segelas lemon tea hangat, kemudian ia pergi keluar bar. Saat aku meracau tak jelas hampir 3 jam lebih ternyata tanpa kusadari ternyata sangat mengganggu semua orang yang ada di bar. Suasana bar yang tadinya cukup ramai, tiba tiba menjadi mendayu setelah playlist lagu secara random memplay lagu milik Dara. Sebuah lagu yang sangat bekesan, karna ada sebuah line dari liriknya yang menjadi favoritku.

******

Tepat pukul 3 saubuh, mendadak suasana bar menjadi sangat kacau. 5 orang asing datang dengan setelan jas hitam, lengkap dengan kacamata dan sepatu hitam. Dengan memegang sebuah pistol, mereka mengarahkan tangannya ke semua sudut ruangan bar yang sontak membuat orang orang berteriak. Salah satu dari mereka, seorang pria botak datang kearahku lalu menodongkan senjatanya tepat di pelipis kiri kepalaku. Dia mengatakan sesuatu tapi aku sangat mabuk untuk paham apa yang ia katakan. Dari gerak bibirnya aku menebak ia menanyakan keberadaan seseorang, sepertinya si pria botak, menayakan keberadaan penjaga bar yang dari tadi mendengarkan ceritaku. Aku sudah tak bisa menahan rasa mual yang mulai membanjiri pikiranku, aku tau ini membuatku akan muntah.


Alunan lagu Dara masih terus diputar di bar itu, kini sudah bagian lirik yang menjadi favoritku. Namun keadaan ternyata makin tak bisa dikontrol, benar saja, aku muntah tepat dihadapan pria botak itu. Lirik lagu Dara makin menyengat pikiranku tapi sepersekian detik bisa kulihat kalau si pris botak kesal dengan muntahku yang mengenai jasnya. Pria itu menggerakan telunjuk kanannya, menarik pelatuk senjata yang masih menempel di pelipis kiriku. 3 detik kemudian, rasa panas bercampur sakit yang sangat hebat menembus kepalaku dan.........