Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 30 Januari 2016

Si Cantik, Senja...


Sore ini tak berjalan seperti biasanya. Kulihat jam di tanganku sudah menunjukan waktu pukul lima, tapi si cantik itu belum juga muncul di tempat ia biasa berdiri di pojok kiri halte. Hampir satu jam aku di hatle ini hanya untuk melihat wanita cantik dengan rambut panjang bergelombang dan berkacamata yang selalu aku temui sejak dua minggu terkahir, saat jam pulang kantor. Pertama kali aku melihat wanita ini tepat pukul lima lebih lima belas sore, di hari Rabu dua minggu lalu. Wanita itu memakai blus coklat dengan dalaman kemeja putih bergaris biru, yang membuatnya terlihat elegan. Selain itu, rambut panjangnya yang bergelombang ditambah kacamata berframe hitam membuat penampilannya begitu sensual dan menggemaskan. Aku juga ingat, saat itu ia memakai high heels yang membuat tingginya hampir menyamaiku. Namun kuperkiraankan ia memiliki tinggi sekitar 165 sentimeter, lebih pendek lima sentimeter dariku.

Di hari pertama aku menemuinya, tak ada yang bisa kuucapkan selain gumam dalam hati mengenai betapa cantiknya bidadari yang baru saja kutemui. Aku terus memperhatikannya tanpa memperdulikan sekelilingku, walaupun ia sama sekali tak menoleh kearahku. Seperti yang bisa diperkirakan, hari hari selanjutnya aku tak pernah absen memikirkan wanita misterius itu. Dari mata terbuka hingga terpejam, wajahnya selalui berputar di benakku hingga tanpa kusadari aku orgasme karna hal itu.

Hari ke delapan, aku akhirnya bisa berbicara dengannya walau hanya tiga kalimat saja. Sore itu, hujan turun dengan intensitas yang tidak terlalu deras, tapi untungnya aku sudah menyiapkan payung. Sesampai di halte, aku menunggu cukup lama kedatangan wanitaku sampai jam tanganku menunjukan pukul setengah enam sore. Tak lama ia akhirnya datang dengan keadaan yang membuatku cukup terkejut, karna ia benar benar sangat basah akibat hujan. Dari jarak lima meter aku terus memandanginya, rasa kasihan dan kagum tergabung menjadi satu dikepalaku. Karna terus menatapnya, akhirnya aku menyadari dua hal penting. Pertama, ternyata ia tak sama sekali tak membawa payung dan sepertinya ia memaksakan diri berjalan ke halte, maka tak heran jika ia sangat basah sekujur tubuh . Kedua, mataku tak bisa beranjak dari dua buah dada yang tercetak jelas karna kemejanya yang basah. Kedua buah dada yang sangat indah dan besar, perkiraanku ia mengenakan bra ukuran 34 dengan cup B.

Mataku masih saja tak berpaling darinya hingga kusadari tiba tiba saja ia  berjalan kearahku, terang saja itu membuatku salah tingkah. Aku pun langsung memasang wajah senormal mungkin seperti sedang tak terjadi apa apa sebelumnya. Dan benar saja, si cantik itu berhenti tepat disebelah kiri aku berdiri. Kuperkirakan saat itu jarak kami hanya sekitar sepuluh sentimeter saja, aku bisa dengan jelas mendengar gigi nya sedang menggigil menahan dingin.

“Kau punya korek?”, Wanita itu tiba tiba saja berbicara kepadaku.

“Apa?”, Cukup kaget aku mendengar wanita itu berkata kepadaku. Namun karna gugup, aku hanya kata “Apa” yang keluar dari mulutku.

“Kau punya korek?”, Ia kembali mengulangi kalimatnya.



“Korek? Sayang sekali aku tidak merokok.”

“Oh, oke terima kasih. Have a Nice Day.” Ujar wanita itu sambil melepaskan kacamatanya yang berembun karna percikan air hujan.

“Iya, sama sama.”

Kalimat ini menjadi kalimat terkahir dariku di hari itu, total aku hanya bisa ngobrol bersama wanita itu sebanyak tiga kalimat saja. Walaupun sebenarnya itu tak bisa disebut ngobrol tapi tetap saja aku tak bisa berhenti memikirkan itu. Wajahnya, buah dadanya dan suara merdunya menjadi bunga tidurku malam itu. Esoknya, aku pun tetap melakukan apa yang bisa kulakukan di hari sebelumnya, hanya memandanginya saja. Hari berlalu tanpa ada hasil apapun, nomor telfonnya aku tak tau bahkan namanya saja aku hanya menerka nerka.

Hari hari berlalu, aku makin tak bisa menutupi perasaanku. Aku benar benar ingin berbicara dengannya, setidaknya aku bisa mengetahui namanya. Maka kubulatkan tekat dan meyakinkan diri bahwa aku harus berbicara dengannya secepatnya.

Hari perkenalan itu pun tiba, hari ini aku harus mengetahui namanya. Namun kulihat jam di tangaku, 15 menit lagi waktu menunjukan tepat pukul enam sore tapi wanita itu belum juga juga datang ke halte. Aku mulai berpikiran aneh aneh, mungkin dia diculik dijalan atau mungkin dia pulang diantar kekasihnya, begitu banyak pikiran negatif muncul silih berganti di kepalaku.

Dan akhirnya pukul enam tepat, akhirnya si cantik muncul dengan wajahnya yang sangat lusuh penuh kelelahan. Terlihat dari wajahnya, sepertinya ia baru saja mengalami hal berat hari ini. Sejenak aku hampir saja mengurungkan niatku untuk berbicara dengannya tapi aku terus berpikir, “Jika bukan hari ini, kapan lagi?”

Perlahan aku menghampiri si cantik yang dari tadi hanya tertunduk tanpa semangat. Sejenak aku terdiam merangkai kata yang ingin aku ucapkan kepadanya.

“Hai, ada apa?” Ujarku dengan pelan.

Wanita itu menoleh kearahku. Dari tatapannya aku tau, bahwa ia masih mengenalku. Seorang yang sempat ia ajak bicara beberapa hari yang lalu.

“Oh, tak ada apa apa.”

“Apa kau yakin? Dari tadi aku melihatmu sepertinya ada yang tak beres.”

Wanita itu hanya diam saja mendengar ucapanku. Aku teringat bahwa di dalam tas aku menyimpan sebuah tissue, segera saja aku langsung mengambilnya dan kuberikan kepada wanita itu. Kusodorkan tissue tersebut tepat kearahnya. Dengan sedikit ragu dan perlahan ia mengambil tissue itu lalu mengusapkan ke sisi matanya yang terhalang kacamata.

“Senja...”

Wanita itu tiba tiba berkata yang membuatku sedikit bingung mendengar ucapan yang keluar darinya.

“Namaku Senja...” Ia melanjutkan ucapannya seraya mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan denganku. Sedikit tak percaya, aku pun segera membalas uluran tangannya. Aku bahkan tak menyangka sebelumnya jika bisa berjabat tangan dengannya.

“Siapa namamu?” Wanita itu kembali berkata padaku, yang terpaku hingga lupa untuk membalas tanda perkenalan darinya.

“Oh iya maaf, kau bisa memanggilku Kirana.” Dengan sedikit canggung aku menjawab jawaban dari si cantik, yang baru kuketahui bernama Senja.

“Kau kerja disekitar sini?” Tanya Senja kepadaku.

“Ya, begitu lah.”

“Kutebak, kau pasti bekerja di sebuah di gedung itu.”  Wajahnya yang tadi tertunduk tiba tiba saja terlihat sedikit sumringah, ia bahkan menebak profesi dan lokasi kantorku dengan sangat tepat. Aku sedikit terkejut dan sepertinya ia menyadari apa yang kurasakan.

“Ya, aku bisa menebak dari blus dan rok ketat yang biasa kau kenakan tiap sore, selain itu id card perusahaanmu juga sering terlihat nyelip di sela kemeja.”

Perkataan Senja barusan membuatku semakin terkejut, aku tak menyangka ternyata ia juga selama ini memperhatikanku bahkan sedetail itu. Ketelitiannya sangat berbanding terbalik denganku, yang selama dua minggu ini hanya memperhatikan wajah cantik dan dadanya yang besar.

“Sorry, sepertinya aku harus perggi duluan.” Tanpa terasa bus yang selalu ditumpangi Senja sudah tiba di halte. Ia Sambil menyalamiku ia, langsung bergegas beranjak untuk masuk kedalam bus.

“Sampai ketemu besok, Kirana.”

Ujar Senja sebagai perkataan terakhir sebelum akhirnya ia masuk kedalam bus. Hanya hitungan detik, Senja dan bus nya sudah menghilang dari hadapanku.

Sampai jumpa besok...” Dalam hati aku membalas ucapan terakhir Senja. Kurasa ini merupakan sebuah awal yang baik untukku dan Senja, aku harap besok aku masih bisa bertemu dengannya di halte ini.


                                                                *****