Jika aku tanya, apa sih cinta
pertama itu? Apakah kalian bisa menjawabnya dengan jujur dan lugas? Sebuah
pertanyaan yang cukup ambigu tapi memiliki berjuta jawaban. Awalnya aku bingung
jika pertanyaan ini diajukan kepadaku, apakah cinta pertama itu wanita pertama
yang aku pacari saat sekolah dasar ataukah wanita pertama yang kuajak having sex saat awal kuliah. Tapi jika
saat ini ada yang menanyakan padaku pertanyaan yang sama. Aku sudah tau
jawabannya, paling tidak aku sudah tau apa yang harus aku jawab. “Ada dua bulan diatas langit, dua bulan yang
selalu memandikan dunia dengan cara yang aneh.” Itulah jawabanku, cinta pertama
itu adalah dua bulan yang saling berhadapan.
Aku pernah
mendengar suatu cerita dari almarhum kakek, bahwa dahulu kala ada dua bulan yang
menyinari bumi ini saat malam. Bulan itu berwarna biru terang tapi tidaklah
berada di negri ini, kedua bulan itu berada pada sebuah negri berbeda dengan
yang kita kenal saat ini. Di sana adalah negri dimana dua bulan diangkasa saat
malam sudah biasa dan sudah tak asing lagi. Dua bulan itu saling beradu siapa
yang paling terang dan paling membirukan langit diantara kegelapan. Bulan yang
satu selalu berpendapat bahwa dialah bulan yang paling terang sinarnya di
seluruh negri, sedangkan bulan yang satunya selalu yakin bahwa birunya lah paling
memecah gelap malam. Dua bulan yang saling memancarkan sinar keindahan namun
juga di sisi lain membuat seluruh penghuni pelosok negri menjadi gila dan
kehilangan akal sehat. Ini bukan sekedar legenda, ini pernah terjadi dulu sangat
dulu sekali. Sebuah keindahan yang muncul diantara kegelapan memang dapat
membuat terpana hingga kita seperti kehilangan maksud dan tujuan utama kita
hidup di dunia ini.
Kakek
juga pernah bercerita kepadaku tentang perbedaan lunatic dan insane. Dalam
bahasa inggris kedua kata itu layak disebut bagai pinang dibelah dua. Kedua
kata tersebut adalah kata sifat, yang artinya sakit jiwa. Insane mempunyai makna seperti ada kelainan otak sejak lahir. Dan
kemungkinan besar masih dapat disembuhkan oleh dokter ahli jiwa. Sedangkan lunatic adalah kehilangan kewarasan
sementara akibat pengaruh luna, bulan. Menurut kakek, dahulu kala di Inggris
jika orang ‘lunatic’ melakukan hal kriminal, maka hukumannya akan diringankan
satu tahun. Alasannya, karna pelaku tak sepenuhnya sadar dengan apa yang mereka
perbuat. Dan menurut kakek, itu sama saja pemerintah Inggris saat itu mengakui
bahwa bulan dapat mengacaukan mental orang. Jadi bulan pun harus dituntut
bertanggung jawab karna dapat membuat orang kehilangan kewarasan dan
mengakibatkan sakit jiwa bersifat sementara. Secara tak langsung fenomena dua
bulan ini cukup mengatur hidup kita tanpa disadari.
Cerita
dua bulan dilangit ini mengingatkanku akan kisah cinta yang dulu sekali pernah
kualami dengan seorang wanita yang bernama, Kirana. Dia adalah cinta basa
basiku semasa menempuh jenjang sekolah menengah pertama (SMP), tidak tepat juga
jika kubilang bahwa saat itu cinta, itu lebih seperti sebagai rasa suka anak
anak yang tak serius dan tak ada arah tujuan. Jika diibaratkan aku lebih suka
menyebut itu sebagai “keong”. Bukan rasa cinta yang tulus tapi hanya ungkapan
ekspresi seperti layaknya keong, yang muncul ketika dia ingin namun sembunyi
ketika dia diganggu pihak lain. Selalu ada di saat duka namun tak ada di saat
duka. Yang penting hanya senang dan mencari kebahagiaan. Perasaan “keong”
mungkin itu padanan kata yang tepat.
Aku
dan Kirana adalah dua orang yang sangat berbeda satu sata lain. Dulu aku seorang
anak yang nakal dan tak berperasaan, siapa yang tega memukul seorang wanita
dengan menggunakan buku pelajaran (tentu saja bukan Kirana, melainkan temanku
yang lain) dan siapa yang senang pada saat memasukan teman kedalam tong sampah
sekolah. Cukup sering aku mem- bully
teman temanku di sekolah dulu walaupun nyatanya dulu juga aku sangat populer
dikalangan adik kelas. Aku ganteng, keren, anak band dan pede (sampai
sekarang), tak heran jika saat itu banyak mengirimiku surat cinta #nomention. Saat
itu aku adalah seorang kakak kelas penuh pesona yang memiliki rambut jabrik ala
David Beckham yang tengah tren diantara anak seusiaku.
Tapi yang
cukup mengherankan bagiku, ditengah elu pujian dan kagum dari para adik kelas
tetap saja tak bisa mengalahkan aura yang dipancarkan oleh Kirana, seorang
gadis yang tak terlalu populer namun selalu berhasil membuatku penasaran.
Kirana adalah seorang gadis berambut pendek, bertubuh mungil dan memiliki wajah
unik khas oriental yang membuatku selalu ingin melahap selusin bakpau hangat
setiap kali melihatnya. Suara cemprengnya adalah ciri khasnya, suara yang aku
yakini dapat merusak gendang telingaku jika mendengar dia menyanyi. Jika harus
memilih aku lebih memilih mendengarkan teriakan metal James Hetfield dari pada
mendengar dia menyanyi. Tapi tetap saja aura yang dia pancarkan laksana bulan
yang seolah membuatku tertancap paku dan membuatku bertahan untuk menikmati
indahnya.
Sebelumnya aku
sudah mengenal Kirana sejak kelas 2 SMP namun memang pada saat itu hubungan
pertemanan kami tidak terlalu dekat, hanya sebatas teman sekelas yang saling
mengenal satu sama lain. Dan sampai sekarang aku juga tak dapat mengingat
secara persis bagaimana pertama kali aku bisa menyukainya, yang pasti pada
waktu kelas 3 SMP kami sempat menjalin hubungan “keong” walaupun singkat. Cara
berpacaran kami saat itu sebenarnya berjalan sangat normal, kami hanya bertemu
di sekolah dan saling ngobrol sepulang sekolah. Setelah itu? Setelah pulang
sekolah tak ada kontak lagi. Kami hanya berkomunikasi saat di sekolah saja,
lumrah pada anak sekolahan masa itu mengingat harga pulsa masih sangat mahal
sehingga alasan “tak ada pulsa” masih menjadi alasan yang sangat masuk akal. Media
komunikasi via telfon hanya bisa dilakukan dari telfon rumah yang biasanya
mengakibatkan orang tua marah karna tagihan telfon yang membengkak. Cara
pacaran “keong” kami waktu itu mungkin adalah cara pacaran yang sangat
dirindukan oleh orang kebanyakan saat ini, masa dimana bertatap muka adalah
waktu yang sangat berkualitas dibandingkan mengobrol melalui media sosial. The precious moment is where i could meet
you personally like how i stare at the moon everynight, Kirana.
Seminggu lalu,
tepat di Sabtu malam saat aku baru saja pulang ke rumah tiba tiba saja aku mendapatkan
kabar dari Kirana. Memang bukan kabar secara langsung tapi cukup membuatkan
perasaanku sedikit tak karuan, sebelum akhirnya dia lebih dulu mengontakku
melalui Path. “Siapa sih yang bisa
ngelupain orang seganteng aku”, gumamku dalam hati – hahahaa! Dan akhirnya
aku memutuskan untuk menanyakan salah satu media sosial dia, hanya untuk
sekedar chatting dan menanyakan kabar karna bisa dibilang kami sudah tidak
bertemu hampir sepuluh tahun. Sepuluh tahun lost
contact tanpa obrolan dan bertatap muka satu sama lain. Obrolan kami
berlangsung menyenangkan walaupun kaku satu sama lain, hanya obrolan basa basi
seputar “how’s life? How’s your job? And
how about love?”. Dan kemudian pertanyaan pamungkas keluar dari kepalaku
dan tampa sadar menggerakan jempolku untuk mengetik kata kata..
"Still with your boy? Hahahaa!”
“Oh no! I’m single now... emm we’re broke up
eight months ago... hehee...”, jawab Kirana tanpa emoticon melalui chatnya.
“Sounds good (dalam hati). Eh, gimana kalo kita jalan jalan?”
Tanyaku kembali.
Obrolan basa
basi yang menyerempet ke modus kecil kecilan untuk mencairkan suasana, hingga
akhirnya menghasilkan janji temu minggu depan, tepat di saat dia mudik untuk
mengunjungi keluarganya.
******
“Hai
apa kabar?” adalah kata kata yang sudah kupersiapkan ketika kembali bertatap
muka dengannya secara langsung. Hatiku cukup berdetak tak karuan ketika ingin
bertemu dengannya, padahal ini bukan ajakan kencan pada umumnya. Ini hanya
acara pertemuan biasa setelah sekian lama tak bertemu dan melakukan obrolan
yang berkualitas. Tapi apa mungkin bisa
terjadi obrolan yang berkualitas? Arggghh!!
Bagaimana mungkin penakluk wanita sepertiku malah kehilangan kata kata di saat
seperti ini. “Kenapa malah aku nervous
seperti ini?”, kata kata seperti ini terus terulang di dalam kepalaku
seperti pita kaset yang rusak. Saat itu aku memilih mengenakan setelan kemeja
dengan sepatu chuka kulit yang telah kubersihkan hingga mengkilat, cukup rapi
tapi aku tak ingin terlihat terlalu rapi maka dari itu aku dengan segaja tak
mencukur kumisku yang berantakan. Aku terus menanamkan pada diriku sendiri, “ini bukan date, ini hanya pertemuan antara
teman lama. Ini bukan date. Ini bukaaaan date!”, kata kata itu terus
kuulang dalam otakku seperti lagi hancur hatiku, Olga Syahputra. Namun
sepertinya usaha itu agak percuma, karna sepanjang jalan menuju rumah Kirana
aku terus berbicara sendiri, hanya untuk membayangkan obrolan seperti apa yang
akan terjadi nanti. Jika Kirana berbicara A maka aku harus menjawab B, jika aku
bicara B tapi dia malah menjawab A, jadi aku harus menjawab apa? Ah shit, lagi
lagi aku dibuat bingung oleh diriku sendiri – hahahaa!
Kirana
mengenakan kaos berwana putih depan padanan jeans dan kardigan tipis berwarna
hijau, flat shoes berpita berwana hitam pun melengkapi penampilan santai
memukaunya malam itu. Gaya rambutnya tetap pendek tak ada perubahan sejak dulu,
kulitnya tetap putih dan wajahnya tetap menggemaskan seperti bakpau. Yang
berubah hanya dia sekarang sedikit lebih tinggi dari dulu dan penampilannya
sekarang jauh lebih bergaya. Itu bukan hal aneh karna setiap orang pasti
bertumbuh baik itu secara fisik maupun secara pemikiran, seperti halnya aku pun
yang makin ganteng setiap tahunnya. Aku terpana sepersekian detik melihat
penampilan cantik Kirana, aura yang dia pancarkan tetap tak berubah, tetap tak
bisa diungkapkan dengan kata kata dan tetap menusuk seperti paku. Saat ini
auranya beradu dengan sinar yang dipancarkan oleh bulan sabit diatas langit
malam.
“Alee apa kabar?” Kata kata pertama yang keluar dari mulut Kirana di dalam mobil.
Nada suaranya tak berubah tetap flat dan cempreng, seperti tikus terjebak dalam
lengketnya lem. Oiya sempat lupa, namaku Ale. Nama yang pas untuk orang
ganteng – hahahaa!
“Baik,
kamu apa kabar?” Tanyaku kembali yang dijawab dengan anggukan kepala manis dari
Kirana.
Semua
pertanyaan yang tadinya sudah kupersiapkan semuanya buyar tak berbekas. Aku
kehilangan kata kata, mungkin inilah kali pertama sejak lima tahun aku
kehilangan kata kata dihadapan wanita. Speak speak iblisku mandek mampet ide
hingga inspirasi, bakat gombal tingkat dewa hilang seperti dihisap vacum
cleaner dan entah kenapa tingkat percaya diri level 10 seperti runtuh hancur
berantakan. Aku lebih memilih diam dengan memainkan radio seolah sedang mencari
frekuensi yang tepat, Kirana juga hanya diam dengan sedikit tersenyum sepertinya
dia juga salah tingkah seperti diriku. Tiba tiba tanganku berenti pada salah
satu frekuensi radio, bukan radio favoritku namun saat itu kebetulan sedang
memutar playlist lagu secara random. Lagu yang diputar adalah “Stuck on The Puzzle” dari Alex Turner,
lagu yang sebenarnya menurutku tak dinyanyikan dengan cukup baik namun memiliki
lirik yang indah. Lagu yang menceritakan tentang stars, moon, night and love.
“Laguuu
ini kereeen, aku mau nyanyi ya boleh?”, ujar Kirana girang mendengar lagu yang
baru saja diputar dari radio.
“Jangaaaaan,
mending di dengerin aja lagunya!” Jawabku dengan bercanda.
“Argghhh
sial! Suara aku sekarang udah bagus tau!”
“Kamu
ikutan les vokal emang di sana?”
“Sial
lo. Siaaaaal!”
“Tapi
suka kan? Hahahaa! Jawabku dengan penuh suka cita.
Kirana
terdiam sejenak, bibirnya bergerak bernyanyi kecil mengikuti alunan lagu yang
disajikan oleh Alex Turner melalui radio. Dia sangat menikmati nada demi dana
yang mengalun merdu dari musik mendayu dan suara Alex Turner yang sangat Britpop.
Lagu yang bagus dengan wanita yang tepat pada waktu yang telah siap.
“Eh
nonton yuk, film The Conjuring mau gak?” Tanyaku pada Kirana.
“Itu
horor kan? Aku penasaran sih tapi kamu kan tau aku penakut hahahaa!”
“Yaudah
sih, sama aku ini kan lagian filmnya biasa aja kok.” Jawabku dengan penuh rasa
percaya diri, karna sebenarnya aku telah menonton film ini sebelumnya.
“I have been searching from the bottom to
the top... As the one I caught when I saw your... Fingers dim in the light.
Like you’re used to being told that you’re....”
Suara Alex
Turner yang mendayu saat menyanyikan lagu Stuck On The Puzzle mengiri awal
pertemuan aku dan Kirana setelah sepuluh tahun tak berjumpa walaupun awal
pertemuan ini dimulai dengan menonton film horor. Memang bukan pilihan tepat
namun sangat cocok dengan situasi saat ini, mengingat dulu sekali saat masih
bersama kami hanya menghabiskan waktu bertemu di sekolah tanpa pernah jalan
jalan seperti pasangan pada umumnya. Dan bisa dibilang ini adalah kali pertama,
aku dan Kirana menghabiskan waktu berdua saja untuk menonton film di bioskop. Dalam
perjalanan aku dan dia berbicara obrolan yang menarik dan sesekali saling mengingatkan
dengan bagaimana kisah kami dulu saat masih menjalin hubungan “keong”, jarang
bertemu namun memulai dengan obrolan basa basi namun berkualitas. Iringan lagu
Stuck on The Puzzle memulai pembicaraan kami di malam itu, malam dimana bulan
tunggal diatas langit bertemu dengan saingannya yang tak kalah memcarkan sinar
yang indah. Bait demi bait mengalun cocok dengan keadaan dan suasana yang terbentuk
malam ini.
*****
Pertemuan
setelah sepuluh tahun hanya terbayar singkat dan juga cukup membuat aku tak
mengerti. Ternyata perasaan itu rumit, bagaimana bisa hanya pertemuan yang
kurang dari seminggu bisa kembali menumbuhkan perasaan suka. Kedekatan kami
yang cukup intens cukup membuat perasaanku mendayu dayu, aku terbawa suasana
kepada wanita pertama yang tangannya ku genggam (selain wanita yang ada dalam
keluargaku). Aku terjebak dengan wanita yang pertama kali kucium keningnya,
ciuman kening yang tulus tanda kasih sayang cinta semasa “keong”. Tapi kali ini
tanpaknya bukan rasa suka biasa, mungkin lebih tepat jika kunamakan sayang.
Tapi apa benar rasa sayang tiba tiba saja muncul atau ini cuma karna pengaruh
hubungan “keong”.
Usiaku yang
telah 26 tahun sudah bukan waktunya lagi untuk menjalin cinta asal asalan
seperti cerita Catatan si Boy. “Oh God,
why I love her again?” sebenarnya simple namun cukup rumit. Selain karna
domisili kami yang berbeda, aku juga merasa takut untuk kehilangan perasaan
seperti ini, aku ragu apakah ini tulus muncul dari dalam jiwaku atau ini hanya
perasaan sesaat karna pengaruh bulan. Besok Kirana akan segera kembali ke
kotanya dan aku tak tau kapan kami bisa bertemu kembali, urusan pekerjaan dan
lingkungan bisa saja membuat kami kehilangan satu sama lain (lagi). Aku sayang
padanya dan aku pun yakin dia merasakan hal yang sama. Ada magnet yang sangat kuat yang seakan
menarik tubuhku, ini kali pertama aku kehilangan ketegasanku dalam menghadapi
wanita. Ternyata aku tak se- pede itu, aku juga memiliki rasa gugup. Dan
bagaimana dengan Kirana? Aku dapat melihat dari dalam matanya hal yang sama,
semoga saja itu bukan pengaruh bulan. Aku mulai berpikir bahwa aku harus “doing something”, aku harus mengambil peluang
yang ada untuk mengurangi resiko.
Bersambung dulu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar