Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 22 September 2019

Mawar 100 Tahun




Senin, 21 September 2030. Aku melakukan pencurian terbesar tahun ini. Aku mencuri sebuah mawar berusia 100 tahun dari rumah seorang kepala pemerintahan. Polisi dan semua orang sedang mencariku, sekarang aku sedang bersembunyi supaya tidak tertangkap.

Tidak penting bagaimana aku mencuri mawar itu, yang paling penting adalah kenapa aku mencuri mawar itu? Alasanku cuma satu. Aku ingin memberikan mawar itu kepada seorang gadis tanpa nama yang selalu mampir setiap sore ke kedai kopi tempatku bekerja. Gadis manis yang sekilas mirip Maggie Cheung dengan kearifan lokal. Matanya, senyumnya, suaranya, serta blazer merah corak mawar yang selalu dia pakai setiap Senin, maka karena itulah aku menyebut gadis tanpa nama itu, Rose. Aku suka padanya tapi belum jatuh cinta, mungkin masih sebatas jatuh hati.  
          
Flashback di hari Senin tanggal 7 September, dua minggu yang lalu. Sepertinya ada yang beda dari biasanya, Rose datang ke kedai kopi tidak memakai blazer mawar. Wajahnya murung, matanya merah, dan tak ada senyum. Beberapa kali aku curi curi pandang, kulihat dia menyeka matanya. Dia sedang bersedih. Siapa yang berani membuatnya bersedih? Kurang ajar!
        
Aku langsung saja berinisiatif memberikannya segelas vanilla latte kesukaannya. Tapi ketika aku letakan vanilla latte di mejanya, dia malah bilang, “saya gak pesen ini mas, saya mau pesan air mineral.”
         
“Ini gratis buat mba. Dan air mineralnya akan segara saya ambilkan”. Aku mengambilkan air mineral sambil sumringah, karena itulah pertama kali ada pembicaraan antara aku dengan Rose.
         
Lalu keesokan harinya hingga seterusnya, dia tidak pernah datang lagi ke kedai. Akukhawatir kalau dia melakukan hal yang aneh - aneh karena sedih. Aku kepo dan mencoba mencari info tentangnya di twitter dan Instagram tapi percuma, karena nama aslinya saja aku tidak tau. Aku mencoba mengingat hal tentangnya selama di kedai kopi, tapi yang muncul di kepala hanya senyum dan blazer mawar miliknya saja.
       
Senin, 14 September. Tanpa sengaja aku melihat koran hari ini. Di headline tertulis, “KEPALA PEMERINTAHAN MENERIMA HADIAH MAWAR 100 TAHUN DARI PRESIDEN”. Ide cemerlang datang. Aku harus mencuri mawar 100 tahun dan akan kuberikan kepada Rose. Koran dan televisi pasti akan memberitakan jadi Rose pasti akan sadar kalau aku peduli padanya.
        

        
Dan hari ini, akhirnya aku berhasil mencuri mawar 100 tahun dan aku sembunyikan di dalam ransel. Ranselnya tidak kupakai dipunggung, tapi terus kupeluk supaya mawarnya tidak hilang. Namun diluar dugaan kota jadi ramai, polisi dengan mobil, motor, bahkan helikopter berkeliling kota untuk mencari mawar yang dicuri. Padahal sebenarnya, niat awalku ingin meminjam mawar 100 tahun itu tapi setelah aku pikir pikir lagi, mawar secantik ini harusnya menjadi milik gadis seperti Rose.
        
“Sekarang tinggal menuju kantor koran dengan hati hati supaya tidak ditangkap polisi.” Pikirku dalam hati.

Aku lalu beranjak dari persembunyianku di sebuah warkop samping rumah Kepala Pemerintahan. Jika mengacu maps, jarak yang harus kutempuh dengan jalan kaki ke kantor koran hanya 15 menit saja. Aku mulai berjalan dengan sangat pelan supaya orang orang tidak curiga.  Namun ternyata berjalan pelan membuatku tak nyaman, aku merasa semua mata tertuju padaku.
                
 Jadi aku memilih untuk naik taksi supaya bisa lebih cepat sampai di kantor koran. Baru jalan tiga kilometer ternyata jalan ditutup oleh polisi. Aku jadi panik dan semakin mendekap erat tasku. Aku lalu nekat turun dari taksi. Seketika sopir taksi berteriak memanggilku karena aku belum bayar, aku jadi panik lalu malah lari tanpa arah.
                
Polisi yang sedang standby di jalanan langsung melihat kearahku. Aku semakin panik. Ak uterus lari, kulihat di belakang ada sekitar enam polisi mengejarku. Karena lari tanpa arah, posisiku sekarang malah menjauhi kantor koran, “SIAL!”, pikirku dalam hati.
                
Seisi kota jadi penuh suara sirene mobil polisi dan suara baling baling helicopter, semua mengejarku. Rasa takut semakin besar, karena aku tidak mau di tangkap polisi karena ketahuan mencuri. Tapi aku sadar, aku sekarang pencuri yang mencuri sebuah barang berharga, tapi aku melakukan ini untuk memberikannya kepada pencuri lain yang sudah mengambil hatiku.
                
Ada perasaan ingin menyerah, tapi aku ingin Rose tau kalau aku melakukan ini untuknya. Lalu aku teringat adegan sebuah film. Aku ingat adegan perampokan dari film yang kutonton, dimana polisi tidak berani menangkap si perampok karena perampok itu menyembunyikan bom di dalam pakaiannya. Aku tiba tiba stop. Polisi yang mengejarku juga ikut stop sambil mengarahkan pistolnya kepadaku.
                
“Jangan berani mendekat, atau aku ledakan bom yang ada dalam tas ini!!”
     
Semua polisi saling menatap satu sama lain, sepertinya mereka antara yakin dan tak yakin kalau di dalam tasku ada bom. Tapi ada salah satu polisi berinisiatif maju kedepan.
                
“Stop! Jangan maju!” Teriak salah polisi lain yang sepertinya adalah kapten.
     
 “Apa maumu?” Tanya si kapten polisi.
                
Aku tidak menjawab pertanyaan si kapten, karena aku benar benar panik karena ada sekitar sepuluh polisi mengarahkan pistolnya. Semua mata benar benar tertuju padaku, aku hanya bisa terus memeluk tasku dengan erat.
        
Ditengah kepanikan, sekilas aku melihat seorang gadis dengan blazer corak mawar mengintip diantara orang - orang.
                
“Rose! Rose!”, aku teriak memanggil gadis itu tapi tak ada respon. Polisi pun perlahan makin mendekat.
                
Lalu aku melihat lagi kearah gadis yang kuyakin adalah Rose, tapi ternyata gadis itu sudah tidak ada. Aku jadi semakin panik dan terus melihat sekeliling mencari keberadaan Rose. Kemudian sekilas aku lihat blazer corak mawar sedang berjalan menjauhi kerumuman, tanpa pikir panjang aku lari. Aku harus menyerahkan mawar 100 tahun ini, supaya dia tau aku peduli padanya.
                
Aku berlari, satu langkah… dua langkah… tiga langkah… Muncul suara keras sebanyak empat kali, tiba tiba kakiku sakit seperti tertusuk sesuatu, lalu punggungku yang sakit, kemudian terakhir kepalaku yang sakit. Sepersekian detik kulihat Rose pergi cepat, jauh meninggalkanku. Aku jatuh tapi badanku sudah terlalu mati rasa untuk merasakan sakit.

Aku hanya bisa melihat kearah helicopter yang sedang terbang diatas awan. Aku ingin memberikan mawar ini tapi tubuhku mulai kaku, aku ingin mengucapkan sesuatu tapi lidahku mulai pelu, aku ingin membayangkan wajahnya tapi kesadaranku mulai mati.

************