Senin,
21 September 2030. Aku melakukan pencurian terbesar tahun ini. Aku mencuri
sebuah mawar berusia 100 tahun dari rumah seorang kepala pemerintahan. Polisi
dan semua orang sedang mencariku, sekarang aku sedang bersembunyi supaya tidak tertangkap.
Tidak
penting bagaimana aku mencuri mawar itu, yang paling penting adalah kenapa aku
mencuri mawar itu? Alasanku cuma satu. Aku ingin memberikan mawar itu kepada
seorang gadis tanpa nama yang selalu mampir setiap sore ke kedai kopi tempatku
bekerja. Gadis manis yang sekilas mirip Maggie Cheung dengan kearifan lokal. Matanya,
senyumnya, suaranya, serta blazer merah corak mawar yang selalu dia pakai
setiap Senin, maka karena itulah aku menyebut gadis tanpa nama itu, Rose. Aku suka
padanya tapi belum jatuh cinta, mungkin masih sebatas jatuh hati.
Flashback
di hari Senin tanggal 7 September, dua minggu yang lalu. Sepertinya ada yang
beda dari biasanya, Rose datang ke kedai kopi tidak memakai blazer mawar.
Wajahnya murung, matanya merah, dan tak ada senyum. Beberapa kali aku curi curi
pandang, kulihat dia menyeka matanya. Dia sedang bersedih. Siapa yang berani
membuatnya bersedih? Kurang ajar!
Aku
langsung saja berinisiatif memberikannya segelas vanilla latte kesukaannya.
Tapi ketika aku letakan vanilla latte di mejanya, dia malah bilang, “saya gak
pesen ini mas, saya mau pesan air mineral.”
“Ini
gratis buat mba. Dan air mineralnya akan segara saya ambilkan”. Aku mengambilkan
air mineral sambil sumringah, karena itulah pertama kali ada pembicaraan antara
aku dengan Rose.
Lalu
keesokan harinya hingga seterusnya, dia tidak pernah datang lagi ke kedai. Akukhawatir kalau dia melakukan hal yang aneh - aneh karena sedih. Aku
kepo dan mencoba mencari info tentangnya di twitter dan Instagram tapi percuma,
karena nama aslinya saja aku tidak tau. Aku mencoba mengingat hal tentangnya
selama di kedai kopi, tapi yang muncul di kepala hanya senyum dan blazer mawar
miliknya saja.
Senin,
14 September. Tanpa sengaja aku melihat koran hari ini. Di headline tertulis, “KEPALA
PEMERINTAHAN MENERIMA HADIAH MAWAR 100 TAHUN DARI PRESIDEN”. Ide cemerlang
datang. Aku harus mencuri mawar 100 tahun dan akan kuberikan kepada Rose. Koran
dan televisi pasti akan memberitakan jadi Rose pasti akan sadar kalau aku
peduli padanya.
Dan
hari ini, akhirnya aku berhasil mencuri mawar 100 tahun dan aku sembunyikan di
dalam ransel. Ranselnya tidak kupakai dipunggung, tapi terus kupeluk supaya mawarnya
tidak hilang. Namun diluar dugaan kota jadi ramai, polisi dengan mobil, motor,
bahkan helikopter berkeliling kota untuk mencari mawar yang dicuri. Padahal
sebenarnya, niat awalku ingin meminjam mawar 100 tahun itu tapi setelah aku
pikir pikir lagi, mawar secantik ini harusnya menjadi milik gadis seperti Rose.
“Sekarang
tinggal menuju kantor koran dengan hati hati supaya tidak ditangkap polisi.”
Pikirku dalam hati.
Aku
lalu beranjak dari persembunyianku di sebuah warkop samping rumah Kepala
Pemerintahan. Jika mengacu maps, jarak yang harus kutempuh dengan jalan kaki ke
kantor koran hanya 15 menit saja. Aku mulai berjalan dengan sangat pelan supaya
orang orang tidak curiga. Namun ternyata
berjalan pelan membuatku tak nyaman, aku merasa semua mata tertuju padaku.
Jadi
aku memilih untuk naik taksi supaya bisa lebih cepat sampai di kantor koran. Baru
jalan tiga kilometer ternyata jalan ditutup oleh polisi. Aku jadi panik dan semakin
mendekap erat tasku. Aku lalu nekat turun dari taksi. Seketika sopir taksi berteriak
memanggilku karena aku belum bayar, aku jadi panik lalu malah lari tanpa arah.
Polisi
yang sedang standby di jalanan langsung melihat kearahku. Aku semakin panik. Ak
uterus lari, kulihat di belakang ada sekitar enam polisi mengejarku. Karena
lari tanpa arah, posisiku sekarang malah menjauhi kantor koran, “SIAL!”,
pikirku dalam hati.
Seisi
kota jadi penuh suara sirene mobil polisi dan suara baling baling helicopter,
semua mengejarku. Rasa takut semakin besar, karena aku tidak mau di tangkap polisi
karena ketahuan mencuri. Tapi aku sadar, aku sekarang pencuri yang mencuri
sebuah barang berharga, tapi aku melakukan ini untuk memberikannya kepada pencuri
lain yang sudah mengambil hatiku.
Ada
perasaan ingin menyerah, tapi aku ingin Rose tau kalau aku melakukan ini
untuknya. Lalu aku teringat adegan sebuah film. Aku ingat adegan perampokan dari
film yang kutonton, dimana polisi tidak berani menangkap si perampok karena
perampok itu menyembunyikan bom di dalam pakaiannya. Aku tiba tiba stop. Polisi
yang mengejarku juga ikut stop sambil mengarahkan pistolnya kepadaku.
“Jangan
berani mendekat, atau aku ledakan bom yang ada dalam tas ini!!”
Semua
polisi saling menatap satu sama lain, sepertinya mereka antara yakin dan tak
yakin kalau di dalam tasku ada bom. Tapi ada salah satu polisi berinisiatif
maju kedepan.
“Stop!
Jangan maju!” Teriak salah polisi lain yang sepertinya adalah kapten.
“Apa
maumu?” Tanya si kapten polisi.
Aku
tidak menjawab pertanyaan si kapten, karena aku benar benar panik karena ada sekitar
sepuluh polisi mengarahkan pistolnya. Semua mata benar benar tertuju padaku, aku
hanya bisa terus memeluk tasku dengan erat.
Ditengah
kepanikan, sekilas aku melihat seorang gadis dengan blazer corak mawar
mengintip diantara orang - orang.
“Rose!
Rose!”, aku teriak memanggil gadis itu tapi tak ada respon. Polisi pun perlahan
makin mendekat.
Lalu
aku melihat lagi kearah gadis yang kuyakin adalah Rose, tapi ternyata gadis itu
sudah tidak ada. Aku jadi semakin panik dan terus melihat sekeliling mencari
keberadaan Rose. Kemudian sekilas aku lihat blazer corak mawar sedang berjalan
menjauhi kerumuman, tanpa pikir panjang aku lari. Aku harus menyerahkan mawar
100 tahun ini, supaya dia tau aku peduli padanya.
Aku
berlari, satu langkah… dua langkah… tiga langkah… Muncul suara keras sebanyak empat
kali, tiba tiba kakiku sakit seperti tertusuk sesuatu, lalu punggungku yang
sakit, kemudian terakhir kepalaku yang sakit. Sepersekian detik kulihat Rose
pergi cepat, jauh meninggalkanku. Aku jatuh tapi badanku sudah terlalu mati
rasa untuk merasakan sakit.
Aku
hanya bisa melihat kearah helicopter yang sedang terbang diatas awan. Aku ingin
memberikan mawar ini tapi tubuhku mulai kaku, aku ingin mengucapkan sesuatu
tapi lidahku mulai pelu, aku ingin membayangkan wajahnya tapi kesadaranku mulai
mati.
************