Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 23 Agustus 2015

AFTER MIDNIGHT: THE MEN WHO KNEW TOO MUCH



"All the ways you wish you could be, that's me. I look like you wanna look, I fuck like you wanna fuck, I am smart, capable, and most importantly, I am free in all the ways that you are not."

          “Bagaimana quotes favoritku? Kau pasti tau itu dari film apa?”

       Suara wanita bising yang penuh amarah dan keangkuhan terdengar nyaring keluar melalui speker kecil yang berada di pojok kiri ruangan. Ruangan 3x4 yang cukup sempit untuk dihuni satu orang. Cukup membuat gerah, karna dilapisi dengan dinding besi namun berpintu kayu oak yang kokoh dan tanpa daun jendela. Mara, seorang pria paruh baya terduduk lesu di pojok ruangan, dia sudah empat hari berada di ruangan aneh, tanpa makan dan minum. Dia tak mengerti apa alasan dia bisa berada di sini, kejadian terakhir yang dia ingat adalah dia sedang menelfon anaknya dari telfon umum di pinggir stasiun kota. Tiba tiba saja dia dipukul seseorang dari belakang, dan kemudian tersadar di ruangan sempit ini.

       “Fight Club, bangsat! Apa mau mu?”, jawab Mara dengan emosi.

     “Tidak.. Hanya bertanya saja...” Jawab suara yang keluar dari ujung speaker.

   Mara, adalah seorang wartawan senior disebuah surat kabar ternama di ibu kota. Dia juga seorang ayah dari satu orang putri yang masih berusia empat tahun, istrinya sudah meninggal setahun lalu karna bunuh diri. Dia merasa selama ini tak punya musuh sama sekali, dia hanya wartawan film bukan wartawan politik jadi tak mungkin ulasan atau kritikannya akan menyinggung orang lain. Hal yang dia alami sekarang berada diluar nalar akal sehatnya sebagai manusia. Bingung, kesal, marah dan lapar semuanya bergabung menjadi satu hingga tak cukup dengan satu kata untuk menjelaskan apa yang Mara rasakan saat ini.

      “Mara.. Mara... Mara... Kau pintar, aku tertarik denganmu. Kau selalu membuatku bergairah ketika berpura pura bodoh...” Kembali suara wanita keluar dari ujung speaker.
             
        “Cih! Aku tak mengerti maksudmu?!”
                
     “Wartawan berpengalaman dengan prestasi meliput banyak kasus yang menghebohkan, apakah menurutmu salah satu dari sekian banyak tulisanmu tak ada yang menyinggung orang lain?”, ujar wanita itu seraya tersenyum sinis yang terdengar menggema.
                
      Tanpa bergerak sedikitpun dari posisinya yang hanya bisa terduduk disudut ruangan, Mara mencoba mengingat semua kasus yang ia tulis di surat kabarnya, mulai dari kasus korupsi yang melibatkan CIA dan MI6, pelacuran kelas atas yang melibatkan menteri luar negeri, hingga party orgy yang melibatkan anak para pejabat pemerintahan. Tentu dari semua kasus yang pernah ia beritakan, membuatnya mendapatkan banyak musuh yang bergerak secara tak kasat mata, bahkan bukan tak mungkin sebentar lagi namanya akan menghilang dari perederan.
                
     “Aku beri waktu 10 detik, jika benar sebentar 5 menit lagi akan ada seporsi ribeye steak datang untukmu.”
                
     Tanpa berkata apapun, Mara terus memutar otak menghubungkan semua kasus yang pernah ia beritakan. Sepiring steak bukanlah menjadi prioritasnya saat ini, melainkan nyawalah yang ia khawatirkan. Empat hari dikurung disebuah ruangan asing, bukan tak mungkin wanita ini malah memberinya racun pada steak itu nantinya. Keringat mengucur dari ubun ubun, karna ia terusa berusaha mengingat dan menghubungkan semua hal menjadi satu kesatuan tapi sepertinya itu semua hasilnya nihil.
                
   “JAWAAAAAB!!!!”, wanita itu berteriak kencang, nampaknya ia sangat emosi karna Mara tak bisa memberikan jawaban apapun.
                
        “A.... ada banyak kasus yang aku tulis, aku tak bisa mengenalmu”, sebuah kalimat keluar dari mulut Mara, bukan sebuah jawaban bagus tapi setidaknya itu cukup memberitahu semua yang ada dipikirannya.
                
    “Ayolahh buat permainan ini seru, kau sama sekali tak membuatku bergairah!”, jawab si wanita misterius.
                
         Mara mulai menyadari bahwa dirinya sedang berada di posisi yang sangat tak menguntungkan, ia tau bahwa sebuah masalah besar sedang menghampirinya.
                
          Dooor!! Door!! Door!!
                
         Terdengar tiga kali suara tembakan, persis diluar ruangan tempat Mara dikurung. Dengan penuh kebingungan bercampur rasa takut, ia mulai bergerilya di ruangan sempit itu mencari sebuah tempat untuk berlindung walaupun ia tau hal itu tak menghasilkan apapun. Namun ternyta sepertinya bukan ia saja yang panik, dari balik speaker sayup terdengar sedikit kepanikan dan amarah dari wanita misterius itu. Mara menyimpulkan sepertinya orang orang dibalik speaker, juga terkejut dengan suara tembakan itu namun menurutnya ini bukanlah waktu yang tepat untuk memikirkan apa yang terjadi dibalik speaker.
                
     Tiba tiba saja pintu oak yang menahan Mara ditembak dua kali secara beruntun, yang mengakibatkan pintu tersebut terbuka. Sosok pria dengan proporsi badan tinggi dan tegap, rambut hitam klimis, berkacamata hitam dengan sebatang rokok menempel di bibirnya memasuki ruangan. Mengenakan jas press body berwarna hitam dengan dalaman kemeja biru pastel, ditambah celana bahan model stright berwarna hitam dan sepatu pantofel, pria asing ini terlihat parlente seperti seorang excutive, tapi saat ini pria itu memegang sebuah handgun klasik tipe Walther P99 di tangan kanannya.
                
              “Mara Cornell?”, ujar pria itu seraya menunjuk wajah Mara dengan tangan kirinya.
                
         Mara yang terkejut tak bisa bekarta apapun, ia hanya mengangguk tanda menjawab atas pertanyaan dari pria tersebut. Pria itu langsung menghampiri dan menarik lengan kirinya, ia memaksa untuk mengikutinya keluar dari kurungan itu. Dengan kedua kaki yang bergetar hebat, Mara mencoba mengikuti pria itu, entah kenapa ia meyakini bahwa pria itu datang untuk menyelamatkannya.
                
       “TANGKAP PENGACAU ITU!!!!!!!” kembali terdengar teriakan wanita misterius dari balik speaker, sepertinya ia sangat marah dengan keadaan yang terjadi.
                
             Mendengar teriakan itu, pria itu membuang rokoknya dan langsung saja menarik Mara untuk mempercepat jalannya. Mara terkejut melihat keadaan diluar ruangannya disekap sudah dipenuhi tiga mayat dengan kepala berlubang akibat tertembak. Namun ternyata sepertinya usaha mereka untuk keluar tak semudah itu, ruangan tempat mara disekap ternyata terhubung dengan sebuah jalan menyerupai labirin panjang dan gelap. Mara menyimpulkan sepertinya ini sebuah ruangan bawah tanah khusus yang dirancang khusus sebagai tempat persembunyian.
                



       Mara hanya mengikuti arahan dari si pria misterius, yang memberi intruksi agar Mara mengkikuti pergerakannya secara perlahan dari belakang. Dengan mengacungkan senjatanya, pria itu bergerak pelan menyusuri jalan berdinding baja seperti sedang menghindari sesuatu yang tak diharapkan.
                
              Door!! Dooor!!!

Hampir berjalan selama 10 menit tiba tiba saja terdengar suara tembakan dari arah belakang, beruntung tembakan itu meleset tanpa mengenai mereka berdua. Mendengar suara tembakan, pria itu langsung menarik Mara untuk segera berlari menyelamatkan diri. Saat ini kira kira mereka sedang dikejar oleh lebih dari sepuluh orang yang semuanya memegang senjata. Pria tersebut berlari dengan sangat kencang menarik Mara hingga mereka menemukan sebuah jalan persimpangan yang sepertinya dapat membuat mereka bersembunyi untuk semenatara waktu.

Dengan bersembunyi dibalik sebuah tembok, pria tersebut memasang posisi siap menembak dan Mara yang ketakutan hanya bisa bersembunyi dibelakang pria itu. Melihat mereka berdua yang bersembunyi, kesepuluh orang pengejar itu pun bersiap melakukan serangan dengan menodongkan semua senjata mereka. Adu tembak pun tak bisa dihindarkan, Dooor! Dooor! Dooor! Doooor!! Semua pengejar tadi menembakan amunisinya kearah persebembunyian mara dan pria itu. Pria itu tak membalas satu pun tembakan yang dialamatkan padanya, ia hanya terlihat mengeluarkan sebuah peluru berwarna biru yang ia masukan kedalam handgun miliknya, sepertinya tembakan bertubi tubi ini membuatnya tak memiliki kesempatan untuk membalas tembakan.

Namun sepersekian detik saat serangan terdengar melengah karna para pengejar mulai kehabisan peluru, pria itu langsung keluar lalu menembakan handgunnya tepat diatas dinding batu tempat para pengejar itu berdiri. Hanya dengan satu kali tembakan saja, dinding batu itu runtuh menimpa seluruh pengejar itu. Pria itu tersenyum kecil seakan bangga dengan apa yang telah ia lakukan, melihat hal itu mara menyimpulkan sesuatu bahwa pria ini bukanlah orang biasa.

Pria itu kembali menarik lengan mara untuk kembali bergerak, kali ini mereka berdua berlari dengan kecepatan penuh karna sayup sayup dari kejauhan terdengar suara langkah kaki bergerak kearah mereka, kali ini mereka dikejar oleh lebih banyak orang dari sebelumnya. Pria itu menarik mara bergerak kearah kanan dan kiri, hingga akhirnya mereka menemukan sebuah tangga yang menuntun mereka keatas. Benar dugaan mara, bahwa saat ini ia memang disekap disebuah ruang bawah tanah yang dirancang khusus.

“Cepat, kau naik keatas, biar aku yang tangani ini.” Ujar pria itu.

Tanpa keraguan karna dikalahkan oleh rasa takut teramat sangat, ia mengikuti perintah pria itu. Mara menaiki tangga yang menuntunnya ke dunia atas, pria itu pun mengikutinya dari belakang.

“Cepat! Cepat!” ujar pria itu, yang membuat mara otomatis mempercepat gerakannya. Tak lama kemudian para pengejar tiba ditangga tempat mereka mencoba naik keatas, mengetahui hal itu, mara makin mempercepat gerekannya hingga akhirnya ia berhasil terlebih dulu keluar. Dilain waktu, dengan kedua tangan memegang tangga, pria itu sibuk menendang satu persatu wajah para pengejar yang mencoba menaiki tangga untuk menangkapnya. Pria itu sepertinya memang memiliki kekuatan yang besar sehingga para penjaga yang mengganggunya menaikin anak tangga, terlihat seperti bukan lawan sepadan.

Tak lama, akhirnya pria itu pun bisa keluar dengan melalui lubang got tepat dipinggir kota. Tepat pukul 00.00 dibawah terang cahaya bulan, pria itu melepaskan kacamata hitam yang sedari tadi ia kenakan lalu menyimpannya dibalik kantong jas. Ia kemudian mengeluarkan sebuah bolpoin hitam klasik, kemudian memutarnya kearah kiri sehingga memunculkan sebuah angka 10 berbentuk digital dari gagang bolpoin tersebut. Angka 10 itu tiba tiba countdown ketika ia menekan gagang bolpoin, di detik kelima pria itu membuang bolpoin kedalam lubang got.

“DAAAARRRRR!!!”

Bolpoin itu meledak memunculkan sebuah asap orange yang keluar dari dalam lubang got tersebut. Pria itu tersenyum kecil, mengetahui keberhasilannya mengalahkan semua orang yang mengejar dirinya. Namun senyuman itu tak berlangsung lama, setelah ia menyadari harus mencari keberadaan Mara namun ketika ia membalik badan... Ia melihat tubuh Mara sudah terbujur kaku di aspal dengan kepala hacur akibat tembakan.  

Disamping mayat Mara berdiri seorang wanita muda berusia sekitar 30 tahun dengan mengenakan mantel penghangat tubuh, blue jeans, boots coklat berbulu ditambah dengan sebuah topi baseball menutupi rambut blondenya. Wanita yang memiliki hidung mancung, mata tajam dan bibir tipis tersebut terlihat sangat marah ketika berhadapan dengan pria itu. Disisi lain, pria itu tau bahwa wanita tersebutlah yang menembak mati Mara dengan pistol yang ia genggam erat di tangan kanannya. Wanita tersebut menembakan pistolnya kesisi jalan disebelah kanan pria itu, ia membuat gertakan sebelum akhirnya menodongkan senjata kearah si pria. Kini jarak antara pria itu dan wanita tersebut tak lebih dari 15 meter saja.

“Angkat tanganmu!!!” Gertak wanita tersebut.

Dengan tetap tenang, pria itu langsung mengangkat tangannya mengikuti perintah wanita tersebut. Dari intonasi suara dan tingkat emosi yang ditunjukan, pria itu berasumsi bahwa wanita tersbut ialah wanita yang suaranya muncul dari balik speaker ruang tahanan Mara.

“Apa maumu?!!” Teriak wanita itu.

“Menyelamatkan dia”, jawab pria itu seraya menggerakan telunjuk kirinya yang menunjuk mayat Mara.

Wanita itu makin geram melihat gestur dan ekspresi si pria misterius itu. Dari genggaman kencang pistol yang ia arahkan, sangat terlihat jelas bahwa ia serius akan menembak pria itu.

“Siapa kau?!”

“Aku? Aku Vasper Jansen.” Jawab pria itu sambil tersenyum, yang malah makin membuat wanita itu makin tersulut amarah.

“jangan main main denganku!!!” Teriak wanita itu dengan kembali menembakan pistolnya 2 meter disamping kiri pria itu berdiri.

“Hahahaa oke aku bercanda. Kau Vasper Jansen, anak dari Bruce Jansen, pemimpin komplotan mafia terbesar di negeri ini. Justru aku yang harus bertanya, apa masalahmu dengan Mara Cornell?”

“Bukan urusanmu!! Bukan urusanmu!!! Balas wanita yang bernama Vasper Jansen tersebut.

“Kau ingin balas dendam pada Mara karna telah membantu penyelidikan polisi untuk menghukum mati ayahmu?” Tanya pria itu.

Vasper terdiam mendengar ucapan pria itu, ia terkejut mengetahui pria itu mengetahui semua hal tentang dirinya.

“Pria ini membahayakan organisasi kami!!” ujar vasper dengan tiga kali kembali menembakan pistolnya ke mayat Mara yang telah terbujur kaku.

Mendengar ucapan Vasper, pria itu menurunkan kedua tangannya lalu menyilangkannya. Tanpa menunjukan rasa takut atau terintimidasi, ia tersenyum kearah wanita yang terus mengarahkan pistolnya itu.

“Sayang sekali Vasper, padahal dengan kecantikan yang kau miliki aku tak ragu untuk mengajakmu dinner atau mentraktirmu dua gelas martini.” Ujar pria itu dengan kata kata lembut yang menggoda. “Vasper Jansen, adalah nama terindah yang pernah kudengar.” Terang pria itu, melanjutkan kata katanya.

Ucapan pria itu ternyata membuat Vasper makin marah besar, ia tak terima dengan perkataan itu yang baginya terdengar seperti melecehkan harkat dan martabatnya.

“Siapa kau?!!!!” Teriak Vasper yang tak ragu menarik pelatuk pistolnya.

“Kau tau siapa namaku,” ujar pria itu, “aku agen MI6 dengan kode Tiger.” Lanjutnya, seraya menyentuh jam tangan yang terpasang di tangan kirinya.  

Mendengar ucapan pria itu, Vasper terlihat langsung menyadari sesuatu hal yang berhubungan dengan MI6 dan kode Tiger, hal itu seketika membuatnya ingin langsung menarik pelatuk pistol. Namun ternyata pria itu ternyata telah memperhitungkan apa yang akan dilakukan oleh Vasper. Pria itu menekan dengan kencang jam tangannya, yang seketika membuat malam menjadi terang benderang.


Tiba tiba saja sebuah mobil marcedes benz hitam yang berada dibelakang Vasper menyalakan lampu. Hal itu membuat konsentrasi Vasper terganggu dan membuatnya segera melihat kearah mobil yang berada dibelakangnya itu. Lalu hanya dalam hitungan detik, mobil itu memunculkan senjata dari kap depannya yang membuat Vasper menjadi sangat terkejut.

Melihat hal tersebut, si pria misterius langsung bergerak cepat kearah Vasper kemudian memukul tengkuknya dari belakang yang seketika membuatnya pingsan. Lalu dengan santai, pria itu berjalan kearah mobil marcedes benz dengan meninggalkan Vasper yang pingsan tergeletak disamping mayat Mara.

                                             *****

Pria itu menyetir mobil melewati kota dengan sangat santai, ia melepaskan jas, membuka bagian atas kancing kemeja, juga meletakan Walther P99 dan kacamata hitam di kursi penumpang yang ada disebelahnya. Ia kemudian menekan sebuah tombol berwarna merah menyala yang berada dibagian monitor mobil tersebut, kemudian seketika saja muncul sebuah gelombang berwarna biru.

“Password?” muncul suara digital yang membuat gelombang pada monitor menjadi bergerak.

“Kode: Tiger.”

“Report status?”

“Report status: Misi gagal, target tewas tertembak.” Jawab pria itu dengan sedikit kegetiran, karna kegagalannya menyelesaikan misi untuk menyelamatkan Mara.

“Say your name if your report done”

Pria itu menghela nafas dengan kegagalannya menyelesaikan misi tadi karna menurutnya misi itu akan berhasil jika saja ia lebih berhati hati dalam menentukan tindakan, sebuah kegagalan yang cukup disayangkan untuk seorang agen rahasia sekaliber dirinya. Namun disisi lain, ia juga cukup menyimpan sebuah kebahagiaan tersendiri karna dapat bertemu langsung dengan Vasper Jansen, walaupun wanita itu hampir saja membunuhnya.

“Namaku Malaka, Andre Malaka. Laporanku selesai dan dalam perjalanan kembali”, jawab pria itu menyelesaikan laporannya.