"All the ways you wish you could be,
that's me. I look like you wanna look, I fuck like you wanna fuck, I am smart,
capable, and most importantly, I am free in all the ways that you are
not."
“Bagaimana quotes favoritku? Kau
pasti tau itu dari film apa?”
Suara wanita bising yang penuh
amarah dan keangkuhan terdengar nyaring keluar melalui speker kecil yang berada
di pojok kiri ruangan. Ruangan 3x4 yang cukup sempit untuk dihuni satu orang. Cukup
membuat gerah, karna dilapisi dengan dinding besi namun berpintu kayu oak yang
kokoh dan tanpa daun jendela. Mara, seorang pria paruh baya terduduk lesu di
pojok ruangan, dia sudah empat hari berada di ruangan aneh, tanpa makan dan
minum. Dia tak mengerti apa alasan dia bisa berada di sini, kejadian terakhir
yang dia ingat adalah dia sedang menelfon anaknya dari telfon umum di pinggir
stasiun kota. Tiba tiba saja dia dipukul seseorang dari belakang, dan kemudian
tersadar di ruangan sempit ini.
“Fight Club, bangsat! Apa mau
mu?”, jawab Mara dengan emosi.
“Tidak.. Hanya bertanya saja...”
Jawab suara yang keluar dari ujung speaker.
Mara, adalah seorang wartawan senior
disebuah surat kabar ternama di ibu kota. Dia juga seorang ayah dari satu orang
putri yang masih berusia empat tahun, istrinya sudah meninggal setahun lalu
karna bunuh diri. Dia merasa selama ini tak punya musuh sama sekali, dia hanya
wartawan film bukan wartawan politik jadi tak mungkin ulasan atau kritikannya
akan menyinggung orang lain. Hal yang dia alami sekarang berada diluar nalar
akal sehatnya sebagai manusia. Bingung, kesal, marah dan lapar semuanya
bergabung menjadi satu hingga tak cukup dengan satu kata untuk menjelaskan apa
yang Mara rasakan saat ini.
“Mara.. Mara... Mara... Kau
pintar, aku tertarik denganmu. Kau selalu membuatku bergairah ketika berpura
pura bodoh...” Kembali suara wanita keluar dari ujung speaker.
“Cih! Aku tak mengerti
maksudmu?!”
“Wartawan berpengalaman dengan
prestasi meliput banyak kasus yang menghebohkan, apakah menurutmu salah satu
dari sekian banyak tulisanmu tak ada yang menyinggung orang lain?”, ujar wanita
itu seraya tersenyum sinis yang terdengar menggema.
Tanpa bergerak sedikitpun dari
posisinya yang hanya bisa terduduk disudut ruangan, Mara mencoba mengingat
semua kasus yang ia tulis di surat kabarnya, mulai dari kasus korupsi yang
melibatkan CIA dan MI6, pelacuran kelas atas yang melibatkan menteri luar
negeri, hingga party orgy yang melibatkan anak para pejabat pemerintahan. Tentu
dari semua kasus yang pernah ia beritakan, membuatnya mendapatkan banyak musuh
yang bergerak secara tak kasat mata, bahkan bukan tak mungkin sebentar lagi
namanya akan menghilang dari perederan.
“Aku beri waktu 10 detik, jika
benar sebentar 5 menit lagi akan ada seporsi ribeye steak datang untukmu.”
Tanpa berkata apapun, Mara terus
memutar otak menghubungkan semua kasus yang pernah ia beritakan. Sepiring steak
bukanlah menjadi prioritasnya saat ini, melainkan nyawalah yang ia khawatirkan.
Empat hari dikurung disebuah ruangan asing, bukan tak mungkin wanita ini malah
memberinya racun pada steak itu nantinya. Keringat mengucur dari ubun ubun,
karna ia terusa berusaha mengingat dan menghubungkan semua hal menjadi satu
kesatuan tapi sepertinya itu semua hasilnya nihil.
“JAWAAAAAB!!!!”, wanita itu
berteriak kencang, nampaknya ia sangat emosi karna Mara tak bisa memberikan
jawaban apapun.
“A.... ada banyak kasus yang aku
tulis, aku tak bisa mengenalmu”, sebuah kalimat keluar dari mulut Mara, bukan
sebuah jawaban bagus tapi setidaknya itu cukup memberitahu semua yang ada
dipikirannya.
“Ayolahh buat permainan ini
seru, kau sama sekali tak membuatku bergairah!”, jawab si wanita misterius.
Mara mulai menyadari bahwa
dirinya sedang berada di posisi yang sangat tak menguntungkan, ia tau bahwa
sebuah masalah besar sedang menghampirinya.
Dooor!! Door!! Door!!
Terdengar tiga
kali suara tembakan, persis diluar ruangan tempat Mara dikurung. Dengan penuh
kebingungan bercampur rasa takut, ia mulai bergerilya di ruangan sempit itu
mencari sebuah tempat untuk berlindung walaupun ia tau hal itu tak menghasilkan
apapun. Namun ternyta sepertinya bukan ia saja yang panik, dari balik speaker
sayup terdengar sedikit kepanikan dan amarah dari wanita misterius itu. Mara
menyimpulkan sepertinya orang orang dibalik speaker, juga terkejut dengan suara
tembakan itu namun menurutnya ini bukanlah waktu yang tepat untuk memikirkan
apa yang terjadi dibalik speaker.
Tiba tiba saja pintu oak yang
menahan Mara ditembak dua kali secara beruntun, yang mengakibatkan pintu
tersebut terbuka. Sosok pria dengan proporsi badan tinggi dan tegap, rambut
hitam klimis, berkacamata hitam dengan sebatang rokok menempel di bibirnya
memasuki ruangan. Mengenakan jas press body berwarna hitam dengan dalaman
kemeja biru pastel, ditambah celana bahan model stright berwarna hitam dan
sepatu pantofel, pria asing ini terlihat parlente seperti seorang excutive,
tapi saat ini pria itu memegang sebuah handgun klasik tipe Walther P99 di
tangan kanannya.
“Mara Cornell?”, ujar pria itu
seraya menunjuk wajah Mara dengan tangan kirinya.
Mara yang terkejut tak bisa
bekarta apapun, ia hanya mengangguk tanda menjawab atas pertanyaan dari pria
tersebut. Pria itu langsung menghampiri dan menarik lengan kirinya, ia memaksa
untuk mengikutinya keluar dari kurungan itu. Dengan kedua kaki yang bergetar
hebat, Mara mencoba mengikuti pria itu, entah kenapa ia meyakini bahwa pria itu
datang untuk menyelamatkannya.
“TANGKAP PENGACAU ITU!!!!!!!”
kembali terdengar teriakan wanita misterius dari balik speaker, sepertinya ia
sangat marah dengan keadaan yang terjadi.
Mendengar teriakan itu, pria itu
membuang rokoknya dan langsung saja menarik Mara untuk mempercepat jalannya.
Mara terkejut melihat keadaan diluar ruangannya disekap sudah dipenuhi tiga
mayat dengan kepala berlubang akibat tertembak. Namun ternyata sepertinya usaha
mereka untuk keluar tak semudah itu, ruangan tempat mara disekap ternyata
terhubung dengan sebuah jalan menyerupai labirin panjang dan gelap. Mara
menyimpulkan sepertinya ini sebuah ruangan bawah tanah khusus yang dirancang
khusus sebagai tempat persembunyian.
Mara hanya mengikuti arahan dari
si pria misterius, yang memberi intruksi agar Mara mengkikuti pergerakannya
secara perlahan dari belakang. Dengan mengacungkan senjatanya, pria itu
bergerak pelan menyusuri jalan berdinding baja seperti sedang menghindari
sesuatu yang tak diharapkan.
Door!! Dooor!!!
Hampir berjalan selama 10 menit tiba tiba saja terdengar suara tembakan
dari arah belakang, beruntung tembakan itu meleset tanpa mengenai mereka
berdua. Mendengar suara tembakan, pria itu langsung menarik Mara untuk segera
berlari menyelamatkan diri. Saat ini kira kira mereka sedang dikejar oleh lebih
dari sepuluh orang yang semuanya memegang senjata. Pria tersebut berlari dengan
sangat kencang menarik Mara hingga mereka menemukan sebuah jalan persimpangan
yang sepertinya dapat membuat mereka bersembunyi untuk semenatara waktu.
Dengan bersembunyi dibalik
sebuah tembok, pria tersebut memasang posisi siap menembak dan Mara yang
ketakutan hanya bisa bersembunyi dibelakang pria itu. Melihat mereka berdua
yang bersembunyi, kesepuluh orang pengejar itu pun bersiap melakukan serangan
dengan menodongkan semua senjata mereka. Adu tembak pun tak bisa dihindarkan, Dooor!
Dooor! Dooor! Doooor!! Semua pengejar tadi menembakan amunisinya kearah
persebembunyian mara dan pria itu. Pria itu tak membalas satu pun tembakan yang
dialamatkan padanya, ia hanya terlihat mengeluarkan sebuah peluru berwarna biru
yang ia masukan kedalam handgun miliknya, sepertinya tembakan bertubi tubi ini
membuatnya tak memiliki kesempatan untuk membalas tembakan.
Namun sepersekian detik saat serangan terdengar melengah karna para
pengejar mulai kehabisan peluru, pria itu langsung keluar lalu menembakan handgunnya
tepat diatas dinding batu tempat para pengejar itu berdiri. Hanya dengan satu
kali tembakan saja, dinding batu itu runtuh menimpa seluruh pengejar itu. Pria
itu tersenyum kecil seakan bangga dengan apa yang telah ia lakukan, melihat hal
itu mara menyimpulkan sesuatu bahwa pria ini bukanlah orang biasa.
Pria itu kembali menarik lengan mara untuk kembali bergerak, kali ini
mereka berdua berlari dengan kecepatan penuh karna sayup sayup dari kejauhan
terdengar suara langkah kaki bergerak kearah mereka, kali ini mereka dikejar
oleh lebih banyak orang dari sebelumnya. Pria itu menarik mara bergerak kearah
kanan dan kiri, hingga akhirnya mereka menemukan sebuah tangga yang menuntun
mereka keatas. Benar dugaan mara, bahwa saat ini ia memang disekap disebuah
ruang bawah tanah yang dirancang khusus.
“Cepat, kau naik keatas, biar aku yang tangani ini.” Ujar pria itu.
Tanpa keraguan karna dikalahkan oleh rasa takut teramat sangat, ia
mengikuti perintah pria itu. Mara menaiki tangga yang menuntunnya ke dunia
atas, pria itu pun mengikutinya dari belakang.
“Cepat! Cepat!” ujar pria itu, yang membuat mara otomatis mempercepat
gerakannya. Tak lama kemudian para pengejar tiba ditangga tempat mereka mencoba
naik keatas, mengetahui hal itu, mara makin mempercepat gerekannya hingga
akhirnya ia berhasil terlebih dulu keluar. Dilain waktu, dengan kedua tangan
memegang tangga, pria itu sibuk menendang satu persatu wajah para pengejar yang
mencoba menaiki tangga untuk menangkapnya. Pria itu sepertinya memang memiliki
kekuatan yang besar sehingga para penjaga yang mengganggunya menaikin anak
tangga, terlihat seperti bukan lawan sepadan.
Tak lama, akhirnya pria itu pun bisa keluar dengan melalui lubang got
tepat dipinggir kota. Tepat pukul 00.00 dibawah terang cahaya bulan, pria itu
melepaskan kacamata hitam yang sedari tadi ia kenakan lalu menyimpannya dibalik
kantong jas. Ia kemudian mengeluarkan sebuah bolpoin hitam klasik, kemudian
memutarnya kearah kiri sehingga memunculkan sebuah angka 10 berbentuk digital
dari gagang bolpoin tersebut. Angka 10 itu tiba tiba countdown ketika ia
menekan gagang bolpoin, di detik kelima pria itu membuang bolpoin kedalam
lubang got.
“DAAAARRRRR!!!”
Bolpoin itu meledak memunculkan sebuah asap orange yang keluar dari
dalam lubang got tersebut. Pria itu tersenyum kecil, mengetahui keberhasilannya
mengalahkan semua orang yang mengejar dirinya. Namun senyuman itu tak
berlangsung lama, setelah ia menyadari harus mencari keberadaan Mara namun
ketika ia membalik badan... Ia melihat tubuh Mara sudah terbujur kaku di aspal
dengan kepala hacur akibat tembakan.
Disamping mayat Mara berdiri seorang wanita muda berusia sekitar 30
tahun dengan mengenakan mantel penghangat tubuh, blue jeans, boots coklat
berbulu ditambah dengan sebuah topi baseball menutupi rambut blondenya. Wanita
yang memiliki hidung mancung, mata tajam dan bibir tipis tersebut terlihat
sangat marah ketika berhadapan dengan pria itu. Disisi lain, pria itu tau bahwa
wanita tersebutlah yang menembak mati Mara dengan pistol yang ia genggam erat
di tangan kanannya. Wanita tersebut menembakan pistolnya kesisi jalan disebelah
kanan pria itu, ia membuat gertakan sebelum akhirnya menodongkan senjata kearah
si pria. Kini jarak antara pria itu dan wanita tersebut tak lebih dari 15 meter
saja.
“Angkat tanganmu!!!” Gertak wanita tersebut.
Dengan tetap tenang, pria itu langsung mengangkat tangannya mengikuti
perintah wanita tersebut. Dari intonasi suara dan tingkat emosi yang
ditunjukan, pria itu berasumsi bahwa wanita tersbut ialah wanita yang suaranya
muncul dari balik speaker ruang tahanan Mara.
“Apa maumu?!!” Teriak wanita itu.
“Menyelamatkan dia”, jawab pria itu seraya menggerakan telunjuk kirinya
yang menunjuk mayat Mara.
Wanita itu makin geram melihat gestur dan ekspresi si pria misterius
itu. Dari genggaman kencang pistol yang ia arahkan, sangat terlihat jelas bahwa
ia serius akan menembak pria itu.
“Siapa kau?!”
“Aku? Aku Vasper Jansen.” Jawab pria itu sambil tersenyum, yang malah makin
membuat wanita itu makin tersulut amarah.
“jangan main main denganku!!!” Teriak wanita itu dengan kembali
menembakan pistolnya 2 meter disamping kiri pria itu berdiri.
“Hahahaa oke aku bercanda. Kau Vasper Jansen, anak dari Bruce Jansen, pemimpin
komplotan mafia terbesar di negeri ini. Justru aku yang harus bertanya, apa
masalahmu dengan Mara Cornell?”
“Bukan urusanmu!! Bukan urusanmu!!! Balas wanita yang bernama Vasper
Jansen tersebut.
“Kau ingin balas dendam pada Mara karna telah membantu penyelidikan
polisi untuk menghukum mati ayahmu?” Tanya pria itu.
Vasper terdiam mendengar ucapan pria itu, ia terkejut mengetahui pria
itu mengetahui semua hal tentang dirinya.
“Pria ini membahayakan organisasi kami!!” ujar vasper dengan tiga kali kembali
menembakan pistolnya ke mayat Mara yang telah terbujur kaku.
Mendengar ucapan Vasper, pria itu menurunkan kedua tangannya lalu menyilangkannya.
Tanpa menunjukan rasa takut atau terintimidasi, ia tersenyum kearah wanita yang
terus mengarahkan pistolnya itu.
“Sayang sekali Vasper, padahal dengan kecantikan yang kau miliki aku
tak ragu untuk mengajakmu dinner atau mentraktirmu dua gelas martini.” Ujar pria
itu dengan kata kata lembut yang menggoda. “Vasper Jansen, adalah nama terindah
yang pernah kudengar.” Terang pria itu, melanjutkan kata katanya.
Ucapan pria itu ternyata membuat Vasper makin marah besar, ia tak
terima dengan perkataan itu yang baginya terdengar seperti melecehkan harkat
dan martabatnya.
“Siapa kau?!!!!” Teriak Vasper yang tak ragu menarik pelatuk pistolnya.
“Kau tau siapa namaku,” ujar pria itu, “aku agen MI6 dengan kode Tiger.”
Lanjutnya, seraya menyentuh jam tangan yang terpasang di tangan kirinya.
Mendengar ucapan pria itu, Vasper terlihat langsung menyadari sesuatu
hal yang berhubungan dengan MI6 dan kode Tiger, hal itu seketika membuatnya ingin
langsung menarik pelatuk pistol. Namun ternyata pria itu ternyata telah
memperhitungkan apa yang akan dilakukan oleh Vasper. Pria itu menekan dengan
kencang jam tangannya, yang seketika membuat malam menjadi terang benderang.
Tiba tiba saja sebuah mobil marcedes benz hitam yang berada dibelakang Vasper
menyalakan lampu. Hal itu membuat konsentrasi Vasper terganggu dan membuatnya
segera melihat kearah mobil yang berada dibelakangnya itu. Lalu hanya dalam
hitungan detik, mobil itu memunculkan senjata dari kap depannya yang membuat
Vasper menjadi sangat terkejut.
Melihat hal tersebut, si pria misterius langsung bergerak cepat kearah
Vasper kemudian memukul tengkuknya dari belakang yang seketika membuatnya
pingsan. Lalu dengan santai, pria itu berjalan kearah mobil marcedes benz
dengan meninggalkan Vasper yang pingsan tergeletak disamping mayat Mara.
*****
Pria itu menyetir mobil melewati kota dengan sangat santai, ia melepaskan
jas, membuka bagian atas kancing kemeja, juga meletakan Walther P99 dan
kacamata hitam di kursi penumpang yang ada disebelahnya. Ia kemudian menekan
sebuah tombol berwarna merah menyala yang berada dibagian monitor mobil tersebut,
kemudian seketika saja muncul sebuah gelombang berwarna biru.
“Password?”
muncul suara digital yang membuat gelombang pada monitor menjadi bergerak.
“Kode: Tiger.”
“Report
status?”
“Report status: Misi gagal, target tewas tertembak.” Jawab pria itu
dengan sedikit kegetiran, karna kegagalannya menyelesaikan misi untuk menyelamatkan
Mara.
“Say your
name if your report done”
Pria itu menghela nafas dengan kegagalannya menyelesaikan misi tadi
karna menurutnya misi itu akan berhasil jika saja ia lebih berhati hati dalam menentukan
tindakan, sebuah kegagalan yang cukup disayangkan untuk seorang agen rahasia
sekaliber dirinya. Namun disisi lain, ia juga cukup menyimpan sebuah
kebahagiaan tersendiri karna dapat bertemu langsung dengan Vasper Jansen,
walaupun wanita itu hampir saja membunuhnya.
“Namaku Malaka, Andre Malaka. Laporanku selesai dan dalam perjalanan
kembali”, jawab pria itu menyelesaikan laporannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar