7 Juni, 00:23.
Ketika Vito membuka mata, ia menyadari ada sesuatu yang tak
beres. Ia terbangun dikamarnya yang gelap dengan keadaan lemas seperti baru
saja memikul beban puluhan ton. Dalam keadaan pusing, ia mencoba bangkit lalu duduk di
sisi kiri kasur. Ia berusaha membuka lebar lebar kedua matanya namun apa yang ia pandang semuanya buram, sekilas terlihat tumpukan buku dan baju kotor tergeletak
di sudut ruangan. Untuk menyadarkan diri, ia segera menghitung mundur dari
angka 100 hingga 0, ini merupakan kebiasaan yang selalu ia terapkan jika ingin sadar ketika mabuk berat.
55, 54, 53, 52....
Di angka 52 tiba tiba saja ia menyadari suatu hal aneh, menurutnya
bukanlah kamar apartemennya. Memang beberapa letak perabotan seperti lemari,
meja belajar dan televisi sangat mirip dengan letak kamarnya, namun suasana dan
aura kamar itu sangat berbeda. Dalam keadaan kamar gelap, ia merasakan adanya hembusan
angin yang seolah olah menebus dadanya. Ia mencoba berdiri walupun kepalanya
masih terasa sangat pusing untuk mencari tau keberadaannya sekarang.
Baru saja mencoba menggerakan kaki kananya untuk melangkah,
ia dikagetkan dengan suara decit pintu mendadak terbuka. Tiba tiba saja seluruh
badannya tak bisa digerakan, ia merasakan kaku dari kepala hingga jempol kaki,
makin lama pintu terbuka makin lebar. Sebuah kilauan cahaya masuk dari balik
celah pintu namun belum cukup membuat ruangan itu menjadi terang. Terlihat dari
cahaya itu, sebuah siluet seperti masuk kedalam ruangan kamar.
Ia sadar dirinya tak akan mampu melihat siluet yang mulai
mendekat kearahnya. Sekuat tenaga ia mencoba menutup kedua matanya tapi tak
bisa, semakin ia mencoba, makin terasa penasaran pula kedua bola matanya dengan
siluet tersebut. Seekor kucing hitam tiba tiba saja mucul dari balik pintu,
siluet misterius tadi ternyata seekor kucing dengan tatapan mata tajam.
Mengetahui bahwa itu hanya bayangan seekor kucing, Vito
langsung bisa mengusai tubuhnya kembali. Nampaknya kaku yang ia alami barusan
dikarnakan rasa takut dan terkejut akan bayangan misterius yang tiba tiba saja
muncul. Namun karna terkejut, ia langsung terduduk tepat diatas tumpukan baju
kotor, tubuhnya kembali tak mampu berdiri.
Kucing hitam itu berjalan dengan pelan namun terus mendekat
kearahnya yang sedang tak berdaya. Kucing itu berjalan makin dekat, diiringi hembusan
angin yang kembali terasa menembus dada. Tanpa disadari, kini kucing itu sudah berada
di betis kirinya kemudian langsung menggosokan kepala dengan manja di bulu kakinya.
Ia hanya bisa terdiam melihat kucing itu yang terus menerus menggerakan kepala.
Walaupun kucing itu terus menggerakan kepala di kakinya, ia kembali
menghitung mundur berharap tubuhnya kembali bisa digerakan. Baru saja mulai
menghitung di dalam hati, ia kembali dikejutkan oleh suatu hal yang aneh.
“percuma saja...”, muncul suara aneh tanpa diketahui asal
usulnya.
Ia langsung berhenti menghitung ketika mendengar suara itu.
Dengan sigap ia melihat tiap sudut ruangan, mencari sumber suara aneh itu
berasal namun semuanya sia sia karna sepertinya tak ada hal yang aneh. Ia memejamkan mata, lalu kembali mulai
menghitung mundur namun lagi lagi suara aneh itu muncul dengan intonasi yang
lebih kencang. Ketika membuka mata, ia dikagetkan dengan kucing hitam yang kini
telah berada di pangkuannya. Dengan tatapan mata sangat tajam, kucing itu
menatap langsung mata Vito seperti akan menerkam mangsa.
“percuma saja kau menghitung....”
Suara itu kembali muncul, setelah kucing hitam itu
menggerakan mulutnya. Kini ia tau bahwa sumber suara aneh itu berasal dari si
kucing hitam dengan mata tajam dan gigi taring yang runcing, yang saat ini sedang
duduk di pangkuannya. Vito tak bisa memalingkan kepalanya dari tatapan si
kucing, tapi ia mencoba untuk membuka mulutnya, ia berpikir setidaknya bisa mengeluarkan
sebuah kata untuk berbicara dengan kucing tersebut.
“kau berbicara?”, ujar Vito yang akhirnya bisa menggerakan
bibirnya.
“tentu saja”, kucing itu membalas perkataan Vito dengan
singkat.
Vito masih belum bisa memalingkan matanya dari tatapan tajam
si kucing, ia merasakan kengerian yang teramat sangat seolah aliran darahnya
mengalir cepat menuju otak. Ia menyadari bahwa matanya akan sulit berpaling
dari tatapan si kucing, ia hanya bisa menggerakan mulutnya untuk bertanya pada
kucing itu.
“Dimana ini? Apa maumu?”, tanya Vito denga suara pelan.
“Tentu saja dikamarmu.”
“Bukan, ini bukan kamarku.”
Dengan tetap menatap Vito, kucing itu tiba tiba saja tertawa
dengan sangat kencang. Sekilas tawanya mengingatkan tawa Joker di serial
animasi Batman, sebuah tawa puas setelah berhasil menyeret musuh kedalam
perangkap.
“Itu tak penting. Yang paling penting, aku mempunyai sebuah
tugas untukmu.”, lanjut si kucing.
“kenapa aku harus menerima tawaranmu?”, balas Vito.
“karna aku akan memberikan semua hal yang kau mau.”, dengan
cepar si kucing menjawab pertanyaan Vito, lalu kini ia tersenyum sangat lebar
penuh keyakinan bahwa tawarannya akan diterima.
“Aku tau kau tak menginginkan harta”, lanjut si kucing, “hubungan
sex dengan wanita berkacamata yang sering kau temui di perpustakaan akan kau
dapatkan, percaya ucapanku.”
Vito terkejut dengan ucapan kucing tersebut, bagaimana
mungkin kucing itu tau dengan hal yang selalu ia dambakan. Memang sudah hampir
2 bulan ini, ia sering bertemu dengan seorang wanita berkacamata di perpustakaan
favoritnya. Wanita itu cantik dengan kulit putih, buah dada besar dan senyuman
manis, walaupun belum pernah berkenalan, sejak pertama bertemu ia selalu menjadikan
wanita itu sebagai fantasi saat masturbasi. Tak ada seorangpun yang tau tentang
wanita berkacamata itu, hal ini dikarnakan Vito memang tak pernah memiliki
seorang teman.
“aku tau segalanya.” Lanjut si kucing.
Vito memilih dan merangkai banyak kata di dalam kepalanya,
ia menyusun sebuah kalimat untuk bertanya pada si kucing.
“Apa yang kau mau?”, dari banyak kata, ia memilih 3 kata ini
untuk ditanyakan pada si kucing.
“hanya hal sepele, aku hanya ingin kau membunuh 1 orang. Malam
ini, tepat di jam 2:58 dini hari.”
Jawab si kucing masih dengan bibir yang
tersenyum lebar.
“Bagaimana mungkin
membunuh orang merupakan hal yang sepele”, pikir Vito dalam hati. Ini bukan
permintaan biasanya bagi pegawai advertising seperti Vito, ditambah lagi yang
meminta hal ini adalah seekor kucing hitam yang bisa berbicara.
“kau harus menerimanya, aku benci penolakan.” Lanjut si
kucing dengan menatap penuh kearah Vito.
“bagaimana jika aku menolak?”, ujar vito dengan keringat
mengucur deras yang membuat rambutnya menjadi basah.
“maka aku aku memakan otakmu, aku tak bercanda.” Kucing itu
menghentikan senyumannya, seraya makin menajamkan bola matanya pada Vito.
Keadaan makin mengerikan, ia bisa merasakan bahwa kucing hitam ini sama sekali
tak bercanda.
“siapa yang harus dibunuh?”, tanya vito
“aku akan membawamu ke tempat orang itu berada.” Ujar si
kucing.
Kucing itu langsung pergi dari pangkuan Vito, ia berbalik
mundur berjalan kearah pintu. Seketika Vito merasakan tubuhnya kembali bisa
digerakan, semua pusing yang tadi ia rasakan pun menghilang, ia kembali segar
seperti baru saja mendapat suntikan sebuah ekstasi.
Walaupun tubuhnya sudah bisa digerakan tapi ia tak bisa
mengontrol gerakannya. Tiba tiba saja tubuhnya berdiri tanpa menunggu perintah
dari otak, kedua kaki juga turut bergerak melangkah kedepan mengikuti si kucing
hitam. Sebuah tengah malam yang aneh dan pertama kali dalam hiduonya, ia tak
tau si kucing hitam akan membawanya kemana dan membunuh siapa. Ia merasa
seperti sebuah boneka yang sedang digerakan oleh seorang dalang.
Tak lama setelah vito dan kucing hitam pergi meninggalkan
ruang an tersebut. Melalui pantulan layar televisi, terlihat seorang wanita
keluar dari persembunyiannya di kolong kasur. Wanita itu berpakaian pakaian
serba putih menyerupai dress yang terlihat sangat kusut, penampilannya sangat lusuh
seperti telah bersembunyi sangat lama dibawah kolong kasur itu.
Wanita itu
duduk disisi kasur, rambut panjangnya yang hitam menutupi seluruh wajahnya,
hingga tak dapat dikenali. Ia hanya duduk tanpa melakukan apapun, hingga
akhirnya menggerakan kedua telapak tangannya. Ia hanya memandangi kedua kedua
telapak tangan tersebut tanpa berkata kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar