Dinda
Nanti
malam adalah malam yang paling indah dalam hidup dinda, sudah lama dia
menantikan makan malam ini. Sebuah hal romantis yang jarang sekali dilakukan
oleh kekasihnya dan dia pikir itu akan bertambah spesial jika malam nanti
dipadukan dengan gaun hitam yang telah dia beli sebulan yang lalu.
“Oh candle light dinner di restoran mewah
pinggir pantai, tak pernah melakukan hal ini, aku penasaran batu apa yang baru
saja menghantam kepala kekasihku. Tapi selain itu aku yakin pasti nanti malam
dia akan memberikan surprise yang ter-sweet untukku, mungkin dia akan
memberikanku kado atau mungkin juga tiket konser Pheonix, emm.. atau... pasti
dia akan melamarku!! Ahhh Ya Tuhaaan!!” Gumam Dinda dalam hati dengan
sangat semangat.
Hubungan Dinda
dengan kekasihnya sedang sangat renggang setelah sebelumnya dia kepergok oleh
teman kekasihnya sedang check ini di hotel dalam keadaan mabuk dengan pria
asing yang baru dikenalnya. Setelah kurang lebih satu bulan menjalani hubungan
dingin penuh rasa bersalah, akhirnya secara tiba tiba kekasihnya
menghubunginya.
“Semoga
saja masalah kemarin tidak membuatnya marah. Perselingkuhanku memang
menyakitkan tapi aku yakin dia tak akan meninggalkanku, dia sayang padaku dan
dia pasti memaafkanku. Jika memang dia memang masih marah padaku mustahil kan
dia mengajakku candle light dinner malam ini.”
Kriiiing...
Kriiiiing... (Dering Handphone)
Handphone
berdering dengan kencangnya dan memecahkan semua lamunan Dinda yang dengan
segera mengambil handphone yang tergeletak diatas kasur. Nama kekasihnya muncul
dari layar telfon dan dengan cepat dia menekan layar handphone.
Dinda : Halooo...?
Vito
Hemm..
Ya ini mungkin benar tapi mungkin juga salah, kenapa aku harus memaafkan dia.
Makan malam romantis di pinggir pantai, ah setan omong kosong macam apa itu?!
Semuanya keluar dari mulutku tanpa berpikir panjang. Tak kupungkiri aku memang
sayang dia tapi ini perselingkuhan, apa kasus perselingkuhan wanita dapat
dikatakan wajar? Dasar wanita binal. Apa kekuranganku selama ini padanya? Minta
ini itu kuberi, minta dijadikan prioritas kuturuti, minta anter jemput, ohh oke, “gue adalah babu lo.”
“Semuanya sudah kuberikan tapi dia masih
saja selingkuh, cinta pada pandangan pertama katanya tapi dengan pria yang
dikenal di klub malam, yang benar saja apakah kekasihku ini anak SMA?! Tai.
Percuma rasanya sudah memaafkan dia tapi nyatanya logika dan akal sehatku
sepertinya berperang satu sama lain tanpa ada yang mau mengalah, hanya membuang
waktu dan membuatku terlihat seperti orang yang gampang naik pitam. Candle light
dinner di pinggir pantai, benar benar lawakan hebat mengalahkan Raditya Dika.”
Emosi
Vito masih sangat labil setelah mengetahui bahwa kekasihnya telah berselingkuh.
Sebagai pria yang umunya berpikir secara logika, kesalahan seperti itu sangat
tidak bisa dimaafkan tapi dia pun tak dapat membohongi dirinya sendiri bahwa dia
sangat mencintai kekasihnya. Namun sekarang dia masih belum mengerti apa yang
harus dia lakukan nanti malam, apakah harus bertindak tegas atau mungkin harus
bertindak layaknya peri. Sedikitpun tak ada terlintas dalam benaknya untuk
berdandan spesial demi dinner nanti, bergaya seperti biasa dengan kaos dan
sepatu kets sudah sangat cukup baginya.
Vito
terdiam dalam lamunannya, pikirannya masih bergerak tak karuan. Dia mengambil
handphone yang tergeletak diatas lantai, kemudian secara random dia tiba tiba
saja ingin menelfon kekasihnya.
“Teeett....
Teetttt...” (Suara telfon tersambung) selang beberapa detik terdengar suara
dari sebrang gagang telfon.
Vito : Aku
cuma mau mastiin nanti malem jadi.
Vito : Kita
ketemuan aja di sana.
Vito : Inget
ya, jam 8 on time sudah di sana.
Vito : Sampai
jumpa.
Dinda
“Tak masalah jika memang tidak bisa
menjemput, wanita aku harus mandiri kan tak boleh bergantung pada orang lain.
Jarak rumahku dan tempat dinner tak terlalu jauh, mungkin setengah jam lagi aku
bisa berangkat ke sana.”
Layaknya
wanita pada umumnya Dinda masih saja mempadu padankan pakaian apa yang harus
dipakai malam ini, padahal sebelumnya dia sudah menentukan gaun hitam terusan
panjang adalah pilihan tepat. “Seperti
Audrey Hepburn, malam ini aku harus terlihat anggun seperti Audrey Hepburn”,
ucapnya dalam hati seperti motivasi. Pilih pilih baju memang sejam tapi tetap
saja outfit yang dipilih adalah gaun hitam yang sebenarnya telah menjadi
pilihan pertama sejak tadi siang.
Waktu
sudah menunjukan pukul setengah delapan malam, dengan sedikit terburu buru
Dinda menjalankan mobilnya, dia sangat takut bila kekasihnya bete karna telat.
Dengan sedikit ragu dia mengetik line, setidaknya ini antisipasi jika ternyata
dia telat datang ke restoran.
“Aku baru otw, tadi kelamaan dandan. Maaf
yaa.”
Vito
Jam
sudah menunjukan pukul 7.30 tapi vito masih juga belum beranjak dari tempat
tidurnya meskipun sudah berpakaian yang menurutnya sangat keren dengan padanan
converse butut kesayangannya. Dia terlihat masih menatap nanar keatas lampu
kamar, pikirannya masih kosong. Semuanya masih dipenuhi bagaimana sakit hatinya
dia atas perbuatan kekasihnya yang sangat “tai” menurutnya. Tiba tiba saja dia
menjadi ragu apakah harus datang ke sana atau tidak, ketegasan yang coba dia
tunjukan akhir akhir ini seakan diuji oleh kuatnya rasa hati. Suasana hening selama
dua sampai 3 menit sebelum akhirnya dia mengambil handphone kemudian mengetik
pesan kepada kekasihnya.
“Sudah jalan? Maaf telat, sebentar lagi aku
jalan.”
Dinda
Dinda
sampai ke restoran dengan tepat waktu, jalanan lancar tak seperti biasanya
sepertinya malam ini keberuntungan sedang berpihak kepadanya. Dress hitam terusan
panjang dengan heels hitam membuat penampilannya terlihat sangat anggun, make
up natural yang menunjang betuk pipinya yang cantik membuatnya terlihat sangat
sempurna malam ini. Penampilan sempurna untuk malam yang sangat spesial
dipinggir pantai, “ohhh betapa
beruntungnya aku memiliki semua ini.”
Dengan
anggun dia duduk di tempat yang telah dipesan oleh kekasihnya. Sebuah tempat
romatis dengan pemandangan lampion yang menerangi pantai, cukup dingin tapi
dengan semua perasaan berbunga, cuaca seperti ini tidak masalah baginya. Dengan
tenang dia masih menunggu kekasihnya datang, mungkin pekerjaan di kantor
membuatnya datang terlambat malam ini.
20
menit kemudian...
Tiupan
angin serasa merasuk menembus gaun anggunnya, tak biasanya kekasihnya datang
terlambat seperti ini. Perasaan Dinda makin tak menentu upaya untuk terus
sumringah semakin luntur karna hempasan angin malam, rasa kecewa dan penasaran
tiba tiba saja datang menyelimuti. Dengan perlahan dia mengambil handphone yang
tersimpan dari dalam tas untuk menelpon kekasihnya tapi percuma, tiga kali
sambungan tak ada jawaban. Perlahan dia mengetik line yang ditujukan untuk
kekasihnya.
Dinda : Kamu
dimana?
Dinda : Kok
belum dateng?
Vito
“Maceeet, maceeet dan macet. Tak biasanya
jalan dari rumah ke restoran ini begitu macet separah itu. Telah deh 15 menit.”
Gerutu Vito.
Dengan
santai dia berjalan memasuki restoran, apalagi gadis manis dengan gaun merah
hati pasti sedang menunggu kedatangannya saat ini. Dia bertanya sebentar kepada
waitress, yang langsung menunjukan tempat yang telah dia pesan. Sebuah tempat
yang ternyata cukup romantis dengan lampion yang berjejer menerangi lautan
malam, cuaca yang dingin dengan alunan musik jazz membuat suasana random
seperti romantis campursari. Perlahan dia duduk di tempat yang telah dia pesan,
memandangi laut sebentar kemudian mengecek jam yang teryata telah menunjukan
pukul 8.30.
Suasana
di restoran ini masih sangat sepi, hanya ada empat pasangan yang sedang candle
light dinner yang rata umurnya mungkin sekitar 40 tahunan. Hampir telat 30 meit
tapi nyatanya keasihnya juga belum terlihat batang hidungnya. Dengan cepat dia
segera menghubungi kekasihnya.
*****
Vito : Kamu
dimana?
Dinda : 30 menit aku
di sini, kamu kemana?
Vito : Jangan
ngaret, sudah 30 menit ini.
Dinda : Telfon aku
angkat doong.
Vito : Jalanan
macet, cepetan ke sini aku sudah nungguin.
.............................
Dinda : Aku
sendirian di sini.
Vito : Aku sendiri
nih, kamu mau dateng apa ngga?
Dinda : Kamu maunya
apa sih.
Vito : Jangan
main main deh.
................................
*****
Dinda
“Okee. Ini bukan akhirnya dari segala. Hidup
berawal saat meninggalkan comfort zone kan?” Ucap Dinda dalam hati untuk
menenangkan perasaannya yang tidak karuan.
Kekasihnya
tiba tiba saja berubah pikiran, dia tak ajdi datang menenuminya di tempat yang
telah dijanjikan, dinner romantis berubah menjadi mengenaskan. Bukan hanya
membatalkan tapi juga kekasihnya memutuskan hubungan melalui line, dengan
alasan klasik “Aku bosan, kita putus aja.”
Cukup menyakitkan tapi dia menyadari mungkin ini adalah balas dendam yang
sangat spesial yang telah disiapkan oleh kekasihnya.
Sakit
terlanjur sakit, perasaan wanita tak bisa berbohong walau mencoba tegar, air
mata pasti akan jatuh pula dari pelupuk mata. Hanya desiran angin, ombak dan
sebatang rokok yang menemani malam hari ini. Dia menangis pelan kearah lautan
yang luas dengan menghisap sebatang rokok yang terasa pahit.
Vito
End
of conversasion dan chat diakhiri dengan sedikit menyakitkan bagi Vito.
Ternyata kekasihnya tak akan datang pada candle light dinner, cukup komplit
keributan antara dia dan kekasihnya via line semua kata kata kasar dan ungkapan
tak manusiawi keluar seperti kotoran pagi hari. Diluar dugaan, kekasihnya
memutuskan hubungan dengan alasan, “bosan
dengan rutinitas yang dilakukan bareng kamu.”
“Hah,
cewek brengsek!”
Dia
hanya bisa memandangi langit malam sembari menikmati cuaca dingin yang
disajikan dengan suara debur ombak. Semua orang di sini memeliki pasangannya
masing masing, berbeda dengannya yang duduk bengong sendirian.
Namun entah
karna tak menyadari atau dari tadi hanya sibuk dengan urusannya, dia baru
melihat seorang wanita yang persis duduk dihadapannya juga sedang sendiri. Wanita
itu terus menyeka air matanya dengan tisu yang tersedia diatas meja sembari terus
menghisap batang rokok. Wanita itu itu sepertinya terlihat sedang mengalami hal yang
tidak mengenakan. Seorang wanita cantik sedang menangis dengan memandangi lautan, pasti sedang mengalami malam yang sangat berat, terka Vito.
“Padahal gaun hitam dan make up naturalnya
pasti akan membuatnya terlihat tiga kali lebih cantik jika tersenyum.”
Pikir Vito.
*****
*****
Vito dan Dinda adalah dua orang kebetulan berada di tempat yang sama, mereka tak mengenal satu sama lain namun menjalani kisah yang sama. Semoga ombak dan angin malam dapat merubah segalanya. Malam ini mungkin menjadi malam yang sangat indah bagi semua orang tapi dibalik itu ada juga segilintir orang yang tidak mengalami malam yang baik. Memang semua telah berakhir tapi jika ada sebuah akhir berarti kita harus siap memulai suatu yang baru.
******
Judul terinspirasi dari film Guess Who’s Coming to Dinner (1967)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar