Jendela. Dari jendela itu cahaya
matahari menyerap masuk melalui celah gorden, cahayanya berwarna kuning
terang laksana baju emas seorang raja yang menyimbolkan sikap tegas dan penuh kebijaksanaan. Namun gerakan cahaya yang masuk melalui celah gorden sangat perlahan bagai orang kerdil bodoh yang tabah
menunggu putri salju malang bangun dari tidur panjangnya.
Pelan tapi pasti cahaya matahari itu masuk menyinari ruangan gelap nan sempit
dari balik jendela, seolah disambut dengan sukarela, guna menyinari ruang suram yang nampak penuh dosa. Di hadapan sang jendela terlihat seorang pria kurus dengan rambut acak tak karuan terbangun tatkala kilau terang matahari menerobos masuk. Dia sangat tak senang
dengan silau cahaya itu, karna menyebabkan kepalanya sakit sebelum akhirnya membuat
matanya perih. Cahaya matahari adalah hal yang paling dibenci oleh pria lemah bernama Thukul ini. Dia selalu berdoa dalam hati, “Semoga Tuhan tidak menciptakan matahari, paling tidak jika memang
harus ada matahari ada baiknya jika kadar cahayanya dikurangi. Karna akan lebih
baik jika bulan terus bersenggama dengan bintang diatas langit kelam yang
luas.” Kata kata itu selalu diucapkan dengan lafal yang tepat oleh Thukul,
setiap bangun pagi kata kata itu sudah seperti anchor yang muncul dari dalam
benaknya secara otomatis setelah kata “brengsek”.
Thukul
beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan terhuyung kearah meja yang berada
tepat di depan jendela. Dia duduk termenung dengan tangan kanan menopang
dagunya agar tetap seimbang, dia memikirkan melihat cahaya matahari yang masuk
melalui celah gorden. Dia berpikir dengan sangat dalam, melihat sekitar dan
merenung sesuatu yang tampaknya tak harus dia pikirkan. Dia tersenyum lirih,
pagi ini tak seperti biasanya Thukul menertawakan doa pagi yang telah menjadi
rutinitasnya setiap hari. Dia menertawakan doa pagi yang pasti hanya terbang
bebas seperti dedaunan yang terhempas ganasnya angin. Tuhan itu tidak nyata,
dia yang katanya adalah maha kuasa hanya hidup dalam angan angan semu dan buku
sejarah dunia kuno. Sekarang tahun 2345, bukan tahun yang bagus namun merupakan
angka cantik yang sedap dipandang mata. Dunia ini berbeda dengan dunia pada
umunya, dunia ini bagai cermin yang terhubung nyata dengan objek aslinya. Ini
bukan imajinatif kontemporer karya picaso ataupun lirik lagu picisan favorit Morrissey,
dunia ini adalah dunia paralel yang sangat nyata. Hanya ada satu perbedaan
jelas yang tergurat dari fakta nyata dunia ini dan dunia yang ada dalam buku sejarah,
Tuhan, dunia yang ada saat ini tak mengenal Tuhan atau apapun nama suci yang
mengangungkan nama-Nya.
“Tuhan
telah mati karna wabah influenza akut.” Begitulah orang orang di negri ini
menyebutnya.
Tuhan terjatuh
dari kolong langit, awan terbelah dua, dunia bergetar hebat dan sebentuk cahaya
putih terang keluar jatuh dari angkasa. Dunia membunyikan bergemuruh gagah menunjukan
kekuasaan lalu samar terdengar suara terompet dari kejauhan, suara terompet
yang melegenda dari kitab suci. Tapi suara hanya sekedar suara, tak terjadi apa
apa setelah suara terompet terdengar, mungkin benar Tuhan telah mati.
Cahaya putih terang membuat dunia menjadi gelap, siang dan malam menjadi sama tanpa perbedaan mendasar. Cahaya matahari berganti menjadi sinar bulan yang berwarna biru. Dunia ini sudah tidak sama lagi dengan dunia yang dulu, ini adalah dunia baru. Ini adalah dunia yang dimana masih mampu berdiri karna kemauan dan keinginan kuat penduduknya untuk mencari simbol baru. Simbol yang menandakan kekuatan, kesucian untuk pedoman baik buruk, kekuatan kekal yang melindungi dari marabahaya serta kambing hitam atas segala masalah dampak nafsu manusia. Dunia saat ini tak lebih dari sekumpulan negeri yang mencari arah tujuan, Tuhan sudah mati dan warisannya adalah negeri tanpa Tuhan. Itulah yang diyakini oleh Thukul secara pribadi.
Cahaya putih terang membuat dunia menjadi gelap, siang dan malam menjadi sama tanpa perbedaan mendasar. Cahaya matahari berganti menjadi sinar bulan yang berwarna biru. Dunia ini sudah tidak sama lagi dengan dunia yang dulu, ini adalah dunia baru. Ini adalah dunia yang dimana masih mampu berdiri karna kemauan dan keinginan kuat penduduknya untuk mencari simbol baru. Simbol yang menandakan kekuatan, kesucian untuk pedoman baik buruk, kekuatan kekal yang melindungi dari marabahaya serta kambing hitam atas segala masalah dampak nafsu manusia. Dunia saat ini tak lebih dari sekumpulan negeri yang mencari arah tujuan, Tuhan sudah mati dan warisannya adalah negeri tanpa Tuhan. Itulah yang diyakini oleh Thukul secara pribadi.
Dia percaya
bahwa dia hanyalah korban dunia paralel tidak seimbang dan saat ini berada
di sebuah negri labil yang sedang mencari arah tujuan hidup. Menurut buku
sejarah kuno yang pernah dia baca, sudah hampir 200 tahun dunia ini terjebak
dengan kepalsuan hidup yang bersifat nyata. Kerusakan setiap tempat, perang
yang berkecamuk, kelaparan merajalela, perkosaan marak dan agama baru muncul
kepermukaan tanpa filter. Konsep surga dan neraka sudah tak ada lagi sehingga
tak ada alasan bagi setiap orang untuk memikirkan kehidupan surgawi.
Thukul sendiri hanyalah seorang wartawan koran lokal yang terbit sesuai dengan keadaan yang terjadi, jika ada uang koran itu terbit dan jika tak ada uang bisa mandek hingga sebulan penuh. Dia adalah seorang pribadi yang mempunyai rasa keingintahuan sangat tinggi, maka tak heran jika Thukul juga merangkap sebagai pencari sejarah. Rasa keingintahuannya tentang sejarah dunia, sejarah Tuhan bahkan sejarah kuat asal muasal manusia sangatlah besar. Walaupun fisik wajahnya tak karuan dan jauh dari kesan sedap dipandang mata namun dapat dikatakan dia memiliki intelejensi yang sangat tinggi.
Thukul sendiri hanyalah seorang wartawan koran lokal yang terbit sesuai dengan keadaan yang terjadi, jika ada uang koran itu terbit dan jika tak ada uang bisa mandek hingga sebulan penuh. Dia adalah seorang pribadi yang mempunyai rasa keingintahuan sangat tinggi, maka tak heran jika Thukul juga merangkap sebagai pencari sejarah. Rasa keingintahuannya tentang sejarah dunia, sejarah Tuhan bahkan sejarah kuat asal muasal manusia sangatlah besar. Walaupun fisik wajahnya tak karuan dan jauh dari kesan sedap dipandang mata namun dapat dikatakan dia memiliki intelejensi yang sangat tinggi.
Fakta yang
sedang terjadi sekarang, negeri ini sedang dalam kondisi yang sangat tidak aman.
Sedang terjadi perang besar antara sekte Jemaat Suci yang men-Tuhankan Beelzebub
dengan sekte Son of Sun yang men-Tuhankan Mammon. Seluruh kota porak poranda
karna tak ada yang mau kalah dari perang adu ideologi ini, penduduk yang tak
mengerti menjadi korban keserakahan kedua sekte agama tersebut. Kedua sekte
agama tersebut saling berebut untuk menambah jumlah anggota dan menyebarkan
ajaran agama yang mereka anggap benar. Jemaat Suci
menjanjikan kehidupan yang manis semanis gula dan mengizinkan seks tanpa adanya
tameng pernikahan. Pernikahan dianggap kotor dan dapat merusak kesucian badaniah
yang ada semenjak manusia lahir di dunia. Ajaran ini menuhankan beelzebub
sebagai simbol rakus yang tak pernah membatasi akal dan kehendak manusia. Sedangkan Son of Sun, belum bisa dikatakan
agama tapi masih merupakan ideologi yang sedang berkembang pesat. Ideologi yang kuat
dengan pemimpinnya yang sangat otoriter. Ideologi ini berpegang teguh pada
kekuatan tekat untuk mendapatkan apa yang dikehendaki, dengan simbol Mammon
yang gambaran kuat tanpa ampun.
“Untuk apa aku mempelajari Tuhan?”,
batin Thukul bertanya tanya.
“Tuhan adalah simbol
bagi manusia.”
Jawab suara
yang muncul dari pojok ruangan. Itu adalah suara Elf, seorang pria muda
berbadan tegap dan berwajah rupawan. Rupa wajah yang sejenak mengingatkan
Thukul dengan sosok Marlon Brando yang penuh karismatik. Sudah tiga hari Elf
menumpang di rumah Thukul, dia sangat berterima kasih kepada Thukul karna telah
menyelamatkannya saat terjebak dalam baku tembak antara sekte Jemaat Suci dan
Son of Son. Elf terkena satu tembakan yang mengenai paha sebelah kanan dan beruntung
saat itu dia terjatuh tepat dihadapan Thukul yang sedang bersembunyi dibalik
mobil rongsok yang digunakan sebagai tempat berlindung.
Sejenak Thukul
terdiam dengan perkataan Elf barusan, apakah dia menjawab pertanyaan Thukul. “Ah rasanya tidak mungkin, aku sedang
berbicara di dalam kepalaku. Ini hanya perasaanku saja karna pengaruh cahaya
matahari sialan ini.”, Pikir Thukul dalam hati.
“Terima kasih
telah menolongku.”, ujar Elf dengan intonasi datar yang jelas.
“Bukan
masalah, kau bisa meninggalkan tempat ini kapan saja”, jawab Thukul dengan
masih memandangi cahaya matahari dari celah jendela.
“Aku kemari
karna suatu alasan. Tapi sebelumnya sebagai rasa terimakasih, apa ada yang kau
inginkan?”
Perhatian
Thukul seketika langsung beralih kearah Elf yang sekarang telah berdiri tegap
disebelah kanannya. Kapan tepatnya Elf sudah sedekat itu dia juga tak mengerti.
Mungkin dia melangkah selembut kapas atau mungkin juga karna Thukul terlalu
sibuk dengan pemikirannya yang sanagt rumit.
“Aku tak mau
apapun..”
Jawab Thukul
seraya menyaksikan air muka Elf yang tanpa ekspresi berarti. Elf hanya diam dan
menatap mata Thukul tajam tapi tak terlalu dalam, hanya tatapan kosong yang
sedang menunggu kata kata yang akan keluar dari mulut Thukul. Hal ini membuat
Thukul memalingkan wajahnya, ada sedikit rasa takut terpancar dari auranya.
Lalu seperti tanpa diperintah, Thukul menyakan sebuah pertanyaan yang sebenarnya hanya sekedar basa basi
kepada Elf.
“Menurutmu
kapan perang akan selesai?”
“Menurutmu apa
ada yang tau kalau Elvis Presley akan menjadi "Raja Rock 'n' Roll"?”
Bukan jawaban
yang keluar dari mulut Elf, dia malah menanyakan sebuah pertanyaan yang cukup
ambigu kepada Thukul.
“Saat
musim panas tahun 1953, Elvis membayar $4 untuk merekam dua buah lagu di
perusahaan rekaman Sun Studios sebagai hadiah ulang tahun bagi ibunya. Lalu
pendiri Sun tertarik pada suaranya dan memanggilnya pada Juni 1954 untuk
mengisi posisi penyanyi ballad yang sedang kosong. Itu sejarah singkat Elvis.”
Belum sempat Thukul menjawab pertanyaan, Elf sudah
kembali memotong perkataan Thukul dengan informasi yang sebenarnya tidak
terlalu penting.
“Apa hubungannya Elvis dengan perang ini? Apa
Elvis mendirikan suatu agama?”
Tawa mengejek keluar sebagai bumbu dari pertanyaan
Thukul, dia sama sekali tak mngerti apa hubungan Elvis dengan perang pada masa
sekarang. Hampir seribu tahun lalu Elvis meninggal dan Thukul merasa sudah
terlalu kuno jika masih membahas Elvis yang sekarang hanya eksis dalam buku
sejarah.
“Tidak, dia tak mendirikan agama bahkan bisa
dibilang dia sepertimu, siapa yang menangis diatas chapel suci? Hanya Elvis.
Elvis hanya salah satu orang yang memenangi perang.”
“Perang? Apa maksudmu?”
“Meskipun awal karirnya terkesan dinaungi
keberuntungan tapi dia secara tak langsung berperang dengan seluruh orang yang
datang audisi pada label rekaman tersebut. Dan dia berhasil memenangi
peperangan tersebut.”
“Lantas?”
Elf terdiam sejenak seperti memikirkan lanjutan
kata yang akan keluar dari mulutnya, Elf sangat pandai bicara walaupun dengan
ekspresi wajah yang terkesan datar. Dia memancarkan aura tertentu saat sedang
serius.
“Dia menjadi raja. Raja Rock n Roll. Itu adalah
hadiah yang dia dapatkan karna memenangi peperangan dan juga namanya dicatat
dalam sejarah.”
Thukul terdiam, otaknya mengolah kisah Elvis ini
dengan kenyataan perang yang sedang terjadi saat ini. Seperti kucing yang baru
lahir, otaknya sedikit demi sedikit menemukan maksud dari sejarah Elvis
tersebut. Kucing yang baru lahir tengah mencoba untuk berdiri.
“Jadi, perang antara kedua sekte ini ibarat
persaingan demi merebutkan sebuah tahta, siapa saja berpeluang menang. Tapi
hanya yang memiliki keberuntungan seperti Elvis yang mampu memenangi medan
perang.” Ujar Thukul dengan cukup tenang.
“Bisa dibilang seperti itu, tapi yang lebih
penting apa yang akan terjadi setelah mereka menjadi raja? Kau berpikir kedua
sekte ini membawa pengaruh negatif kan?”
“Ya benar sekali, saat ini aku merasa bahwa tak
beragama adalah pilihan yang tepat.”
Pembicaraan yang tadinya hanya bermaksud basa basi
belaka tiba tiba berubah menjadi pembicaraan serius tanpa sumber yang jelas.
Pria misterius yang ditolong Thukul tiba tiba saja berubah menjadi pria dengan
karakter kuat yang memancarkan aura yang ditunjukan seorang pemimpin besar.
Seperti ada sesuatu yang spesial dari dalam diri pria ini.
“Elvis hanyalah jendela sama seperti kedua sekte
agama yang sedang berperang itu.”
Thukul kembali terdiam mendengar ucapan Elf yang
baru saja keluar dari bibirnya. Ungkapan jendela tersebut sama seperti ungkapan
yang muncul dari dalam pikiran Thukul. Dia tak pernah membicarakan itu secara
terbuka, hanya dia dan Tuhan saja yang tau isi pikirannya, itupun jika Tuhan
belum mati. Atau mungkin itu hanya ungkapan yang kebetulan sama, mengingat saat
ini mereka berdua sedang berbicara didepan jendela bergorden yang memancarkan
cahaya matahari menerobos masuk kedalam ruangan.
“Maksudmu jendela?”
“Oh iya, maaf jika aku meminjam istilahmu dengan
lancang...”
Mendengar ucapan Elf membuat Thukul takjub dan sedikit kebingungan, "Tak mungkin dia membaca pikiranku", racau Thukul dalam hati. Elf tersenyum lebar menunjukan tanda kepuasan yang
amat sangat. Air muka yang tadinya datar seketika hilang bak tersapu ombak,
kini air muka itu berganti dengan ekspresi bersahabat yang sedikit angkuh.
“Elvis adalah adalah jendela dan gorden adalah
label rekaman. Sedangkan akal, kemampuan berpikir dan kreatifitas menjadi
mataharinya. Cahaya matahari masuk dari celah jendela sebelum di filter oleh
label rekaman.”
“Kau membaca pikira...?” Belum selesai Thukul
menyelesaikan pembicaraannya, ucapannya kembali dipotong tanpa bisa dia bantah
seperkatapun.
“Perang sekte agama ini hanyalah jendela yang
terkena efek cahaya matahari, kekuatan sebenarnya jauh lebih besar. Tapi aku
pun tidak tau “matahari” apa yang menjadi sumbernya. Tapi yang pasti
kekuatannya sangat besar dan bergerak cepat untuk mengatur keadaan yang terjadi
sekarang.”
“Kau membaca pikiranku?” Ulang Thukul sekali lagi, masih dengan nada bicara sedikit terkejut.
“Itu tidak penting.”
“Ingin minum Coca Cola..
Sekarang...”
“Apa maksudmu?” Elf menajadi bingung mendengar
perkataan aneh yang keluar dari mulut Thukul saat ini.
“Tadi kau tanya apa yang aku inginkan? Aku ingin Coca Cola. Sekarang.”
Mata Thukul berbinar melihat air muka Elf yang
tadinya memancarkan keangkuhan kembali menjadi datar, dia penasaran apa yang
akan terjadi setidaknya semenit kemudian. Apakah benar Coca Cola akan benar benar
muncul di hadapannya, kenyataannya dunia saat ini Coca Cola sudah punah, hampir seratus tahun yang
lalu. Bentuknya saja dia tak tau, dia hanya mengetahui coca cola dari buku yang
berjudul “Brand Yang Mendunia” yang ditemukannya dibawah serpihan puing sisa
peperangan.
Elf terlihat sedang berkonsentrasi penuh, entah sedang berkonsentrasi untuk apa. Thukul sebenarnya pun tak mau terlihat bodoh, tapi entah apa atau kenapa dia seperti tak ada nyali untuk sekedar memotong omongan Elf. Pikirannya meyakini bahwa pria misterius yang ditolongnya ini bukan manusia biasa, dia adalah manusia spesial. Tiga puluh detik berlalu tiba tiba Thukul seperti merasakan ada sesuatu yang tidak beres dari dalam perutnya. Ginjal dan ususnya seperti menyempit, kemudian darahnya seolah bergerak dengan cepat keseluruh penjuru arah bagian tubuhnya. Perutnya sangat tidak enak tapi itu hanya berlangsung selama beberapa detik sebelum akhirnya dia merasakan sebuah sensasi aneh di dalam mulutnya. Tiba tiba saja mulutnya dipenuhi dengan air besensasi dingin yang menggigit dinding mulut dan lidahnya. Air tersebut datang terus menerus memenuhi ruang kosong mulut Thukul sebelum akhirnya terjun laksana niagara jatuh kedalam tenggorokan yang paling dalam. Dingin, menggigit dan bergas itulah yang dirasakan Thukul. Rasanya sangat manis dan sangat menyegarkan, sensasi hanya berlangsung sekitar sepuluh detik saja. Memang sangat singkat, tapi bagi Thukul sensasi langka seperti ini dapat di sejajarkan dengan sensasi saat mengalami ejakulasi setelah penetrasi yang sangat dahsyat. “Apakah ini Coca Cola itu?” Batin Thukul bertanya tanya mencari jawaban.
Elf terlihat sedang berkonsentrasi penuh, entah sedang berkonsentrasi untuk apa. Thukul sebenarnya pun tak mau terlihat bodoh, tapi entah apa atau kenapa dia seperti tak ada nyali untuk sekedar memotong omongan Elf. Pikirannya meyakini bahwa pria misterius yang ditolongnya ini bukan manusia biasa, dia adalah manusia spesial. Tiga puluh detik berlalu tiba tiba Thukul seperti merasakan ada sesuatu yang tidak beres dari dalam perutnya. Ginjal dan ususnya seperti menyempit, kemudian darahnya seolah bergerak dengan cepat keseluruh penjuru arah bagian tubuhnya. Perutnya sangat tidak enak tapi itu hanya berlangsung selama beberapa detik sebelum akhirnya dia merasakan sebuah sensasi aneh di dalam mulutnya. Tiba tiba saja mulutnya dipenuhi dengan air besensasi dingin yang menggigit dinding mulut dan lidahnya. Air tersebut datang terus menerus memenuhi ruang kosong mulut Thukul sebelum akhirnya terjun laksana niagara jatuh kedalam tenggorokan yang paling dalam. Dingin, menggigit dan bergas itulah yang dirasakan Thukul. Rasanya sangat manis dan sangat menyegarkan, sensasi hanya berlangsung sekitar sepuluh detik saja. Memang sangat singkat, tapi bagi Thukul sensasi langka seperti ini dapat di sejajarkan dengan sensasi saat mengalami ejakulasi setelah penetrasi yang sangat dahsyat. “Apakah ini Coca Cola itu?” Batin Thukul bertanya tanya mencari jawaban.
“Benar. Dan kau benar bahwa aku bisa dikatakan aku
spesial.” Elf menjawab pentanyaan dalam jiwa Thukul yang masih bertanya tanya
tentang dirinya.
“Aku mengajukan tawaran untukmu, aku harap kau
menerimanya secara sukarela. Ini menyangkut masa depan negri ini.” Lanjut Elf
kembali dengan wajah ceria penuh rasa percaya diri yang sangat tinggi.
“Aku mendengarkan, lanjutkan perkataanmu..” jawab
Thukul menanggapi perkataan yang dilontarkan oleh Elf.
“Aku adalah “matahari” dan kau telah kupilih
sebagi “jendela”. Kita sekarang adalah tim seperti Sherlock dan Watson.”
Kembali otak Thukul yang pintar dipaksa
untuk berputar guna mengartikan maksud dari perkataan Elf. Pikirannya
menyusun hipotesa hipotesa yang memungkinkan untuk ditelaah. Kesimpulan yang
bersifat nyata yang bisa diterima dengan akal sehat, walaupun sebenarnya sensasi Coca Cola yang baru saja terjadi berada di luar nalar pikiran. Dan itu adalah
bentuk dari sebuah keajaiban.
“Maksudmu kita ikut berperang dengan kedua sekte
agama itu? Hanya kita berdua?”
Thukul memastikan kembali maksud dan tujuan Elf
berkata seperti tadi. Walaupun Elf spesial tapi tidak mungkin berperang melawan
sekte agama yang mempunyai pasokan senjata lengkap dan anggota yang banyak.
“Ya kita berdua, tapi kita di sini berperan sebagi
Elvis.”
“Tunggu dulu. Tunggu dulu. Jika yang menang adalah
salah satu dari mereka? Bagaimana nasib kita?” Tanya Thukul.
“Elvis mati diusia 42 tahun, dia hanya menjadi
raja selama 34 tahun. Siapapun yang menang, nantinya juga bakal mati dan
digantikan yang baru. Ini hanyalah siklus.”
“Dengan kata lain kau juga menyebarkan agama baru?”
“Bukan baru.”
“Lalu, kau ini orang yang semacam apa?” Tanya
Thukul kembali dengan rasa penasaran yang telah memuncak hingga ke ubun ubun
kepala.
“Semacam jawaban atas doa pagimu.”
Thukul membisu tak tau harus memilih kata apa lagi
untuk melanjutkan pembicaraan ini. Lirik picisan lagu lagu Morrissey hilang
dari dalam otaknya, tak ada lagi kata positif yang di produksi masal oleh
jaringan otaknya. Sebuah tanda tanya yang sangat besar memuncak dari benaknya,
sebuah rasa ingin tau yang lebih dan ingin lebih banyak lagi. Dia hanya ingin
mengetahui informasi apa lagi yang akan keluar dari mulut pria muda nan
misterius ini.
“Aku memiliki sebuah buku.”
“Kitab agama baru milikmu?”
“Bukan, ini agama kuno, berasal dari
negeri bagian timur. Agama ini awalnya kuat lalu perlahan punah karna tergerus era
modern dan komersialisasi. Pola pikiran manusia yang selalu mencari kepuasan
tanpa batas membuat dunia ini tenggelam pada masa seperti ini.”
“Kalau aku pakai analogi Elvis tadi, dulu agama
adalah raja bagi setiap orang. Lalu kemudian tergerus oleh kemajuan zaman dan akan
digantikan oleh agama yang baru. Dan sekarang adalah masa transisi menuju
pergantian agama baru ini?”
“Benar, dan sekali lagi kau sekarang adalah
jendelaku.”
“Seperti Muhammad dan Abu Bakar?” Tanya Thukul
kembali, namun kali ini dengan persamaan yang cukup tepat pada pokok pembahasan.
Elf hanya diam tak ada satu patah katapun keluar
dari dalam mulutnya. Dia menatap nanar kosong kearah jendela singkat namun
penuh arti. Kemudian dia mengambil suatu barang yang dia simpan dibalik jaket
kulitnya yang sudah sangat lusuh. Dia mengeluarkan buku kecil yang dibungkus
dengan kain putih seakan untuk melindunginya agar tetap bersih. Dia
memperhatikan buku itu sekilas namun penuh seksama lalu memberikannya kepada
Thukul, dia seolah memberi kode agar Thukul membaca buku itu.
“Bacalah, agar kau paham kekuatan besar yang tak
terlihat itu.”
Thukul makin penasaran mendengar perkataan Elf,
dia meraih buku itu dengan rasa ingin tau yang sangat besar. Dan dengan cepat
dia membuka halaman pertama.
“Kita harus bergerak cepat, aku telah menyusun
rencara.”
Seringai licik kembali terpancar dari air muka
Elf. Seringai khas yang mendukung kata kata yang bermaksa serius yang baru
keluar dari mulutnya. Keadaan sudah sangat penting dan dia merasa harus
secepatnya ikut terjun ke medan peperangan dan sementara di sisi lain Thukul
dengan antusias terus membuka halaman selanjutnya dari buku itu.
“Sebuah kekuatan besar telah bergerak cukup
lama untuk mengatur hidup manusia yang hanya sekali. Kekuatan itu sangat kuat sehingga sering bertentangan dengan akal pikiran kompleks dalam otak
tiap manusia. Kekuatan tak kasat mata, namun bisa dirasakan dengan rasa dan perputaran dunia. Kekuatan abadi yang menjadi penuntut arah tujuan semua manusia untuk menjalani hidup. Sebuah Simbol yang bisa diibaratkan dengan benar
bagi manusia yang berpikir dengan hati.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar