Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 21 Juni 2013

Love Will be Carried Away




          Hemm.. kurasa padang rumput bekas peternakan pinggir kota Den Haag adalah terindah di dunia. Tempat ini sangat pas untuk melepaskan penat sehabis bekerja seharian penuh, sekedar duduk ataupun tiduran sambil melihat awan dan diiringi suara angin yang bertiup dinamis adalah surga dunia. Pekerjaan sebagai tukang pos bersepeda di kota Den Haag memang menyenangkan tapi juga sangat merepotkan dan melelahkan. Dalam sehari aku bisa hilir mudik dari satu tempat ketempat lain, bertemu dan berinteraksi dengan berbagai macam orang ataupun mengalami kecelakaan kecil di jalanan, sudah seperti makan siangku sehari hari. Dan rasa lelah itu semua hanya dapat diobati dengan rumput peternakan ini, surga, inilah surga.

         Sebenarnya ada sebab lain yang membuatku sangat betah berada di sini, hanya dari sini aku dapat melihat masa laluku yang sangat bahagia. Dari sini aku dapat melihat dengan jelas rumah masa kecilku, ya setidaknya dulu keluargaku hidup bahagia di rumah yang berada di sebrang peternakan ini. Dulu aku hidup bahagia dan sangat berkecukupan sebelum ibuku menjadi gila dan membakar seisi rumah yang menyisakan aku sendiri yang selamat. Ayah, kakak perempuanku dan ibuku sendiri terjabak hangus di dalam rumah, sedangkan aku berhasil selamat entah bagaimana. Aku tak mengerti bagaimana saat itu aku bisa selamat, tiba tiba saja aku terbangun dan sudah berada di rumput peternakan ini dengan keadaan rumahku yang sudah tersisa bekas kayu terbakar. Orang orang bilang aku beruntung tapi tak butuh keberuntungan, aku hanya ingin hidup bersama keluargaku.
                
         Saat pertama kali mengetahui hanya aku sendiri yang selamat dari kejadian itu, membuatku sangat shock dan stres selama berbulan bulan. Aku tinggal di sebuah panti asuhan tanpa seorang teman, aku mulai suka menyendiri dan emosional, kenyataan bahwa keluargaku telah tiada adalah cobaan yang sangat berat pada usiaku saat itu. Dan disaat seperti itu lah aku mulai bisa melihat sesuatu yang aneh, sesuatu yang tak bisa dilihat orang lain. Aku dapat melihat orang mati. Orang mati itu datang menghampiriku, hampir setiap hari. Mereka datang dengan berbagai keadaan, tanpa kepala, wajah terbakar dan juga ada yang masih berperawakan sempurna layaknya seorang manusia. Sampai sekarang hal ini sangat membuatku takut, aku menjadi makin dikucilkan dipergaulan karna tiba tiba sering menangis dan menjerit. Padahal aku melakukan itu bukan untuk cari perhatian, itu karna aku takut, aku merasa diteror, hidupku sangat tidak tenang.

Berkali kali aku mencoba bunuh diri tapi selalu saja gagal, ada saja kejadian yang membuatku tak jadi mati. Dan kegagalan yang kualami untuk bunuh diri membuatku menjadi terobsesi dengan itu. Aku berlomba dengan diriku sendiri untuk mati. Bunuh diri adalah list teratas dalam hidupku yang harus aku lakukan. Walaupun perkerjaanku yang mengharuskan bertemu orang baru tiap harinya ditambah padang rumput ini memberi arti bahwa hidupku sangat berharga dan aku suka kehidupan itu. Tapi semua hal bahagia itu kembali berganti kesedihan dan amarah ketika aku kembali melihat orang orang mati yang terus menggangguku, khususnya Carrie. Dari semua kemungkinan, cuma satu yang aku pikirkan jika Carrie muncul dan kembali menggangguku. Ya, mati. Bunuh diri adalah cara yang indah untuk mengakhiri hidupku yang sangat menyedihkan ini.


****


Hari ini adalah hari yang tepat untuk mati, aku yakin itu. Aku sudah membeli sebuah pistol revolver dengan harga yang cukup murah, walaupun pistol tersebut cukup menguras gaji bulananku. Bagiku cukup indah untuk mengakhiri hidup dengan sebuah tembakan yang diarahkan ke mulutku sendiri, aku dapat langsung tewas tanpa mati secara perlahan sangat cepat dan singkat untuk mengakhiri kehidupanku yang tak berarti ini. Aku mengambil pistol yang kusimpan di dalam tas kemudian memasukannya ke dalam mulutku. Ternyata hal ini tak semudah yang aku pikirkan, keringat bercucuran dari kepalaku, rasa takut mulai memakan keangkuhanku. Aku langsung menarik pistol tersebut dari mulutku karna tiba tiba saja aku kehilangan keberanian untuk menarik platuk. Aku tadi teringat dengan Carrie, seorang hantu wanita yang selalu mengikutiku. Dia sangat cantik walaupun dengan tubuh penuh darah bekas bacokan kapak. Carrie selalu memanggil namaku, menampakkan diri seenaknya dan terus membuatku tidak nyaman dalam melakukan kegiatanku.

Dan tadi saat aku mencoba menarik pelatuk pistolku, aku mendengar Carrie memanggil namaku. Dan benar saja, ternyata saat ini dia telah berdiri tepat dihadapanku dengan senyumannya yang lebar dan penuh penderitaan.

Kau tak bisa melakukan itu, John. Kau lemah.”

Ujar Carrie dengan suara liciknya yang meragukan keberanianku untuk menarik pelatuk guna mengakhiri hidupku.
                
          Aku tak akan menghiraukan ucapan Carrie, kali ini aku harus melakukannya. Mati di padang rumput ini mungkin adalah hal terbaik dalam hidupku, setidaknya lokasi aku mati dekat dengan lokasi keluargaku saat mati terbakar. Di sini aku dapat merasakan kehadiran seluruh anggota keluargaku, aku dapat mati dengan tenang di sini. Namun Carrie terus menerus meragukan keberanianku, dia yakin pekerjaanku sebagai tukang pos membuatku lemah. Ekspresi kebahagiaan orang yang kutemui ketika menggu pesan dari orang yang disayangi membuatku berpikir bahwa hidup bukan sekedar apa yang kita inginkan tapi tentang apa yang kita butuhkan. Argghhh, aku tak boleh lemah. Aku harus bunuh diri, ini waktu yang tepat. Aku tak boleh plin plan di depan hantu yang terus menerus mengganggku. Aku harus mengakhiri hidupku saat ini juga.
                
       Aku kembali menaruh pistol kedalam mulutku lalu kembali melepaskan. Entah mengapa saat ini aku mulai berpikiran jernih. Aku berpikir, jika nanti seseorang menemukan tubuhku yang mati dengan kepala hancur maka aku pasti dianggap gila. “Seorang pria gila mati bunuh diri”, pasti headline koran koran akan seperti ini. Aku tidak gila tapi jika aku mati seperti ini maka aku akan dianggap gila. Apalagi ibuku adalah orang gila yang membunuh seluruh keluarganya sebelum akhirnya membakar diri di dalam rumahnya sendiri. Anak orang gila, akhirnya menjadi gila dengan membunuh dirinya sendiri. Ohh – logika ini seketika kembali membuatku ragu untuk menarik pelatuk pistolku. Tiba tiba saja aku menjadi takut, aku tak sanggup melihat wajah menyeramkan Carrie dengan tawa kemenangan yang menjadi miliknya. Egoku berkata bahwa ini saatnya aku yang tertawa penuh kemenangan walaupun kenyataannya aku harus mati. Dan aku harus merelakan padang rumput, pekerjaan dan semua hal yang kusenangi pergi menjauh.
                
       Kenapa lagi John? Takut mati?, suara lirih Carrie terdengar makin seperti hinaan di telingaku.
                
       “Kau terus menggangguku Carrie, pergilah!”, emosiku mulai tersulut mendengar ocehan Carrie terus menerus.
                
     “Kau berani mengusirku? Aku temanmu John, lebih tepatnya aku satu satunya temanmu! Hahahaa!, Carrie menyelesaikan ucapan lirihnya dengan tawa lantang yang makin membuatku muak.
                
        Ucapan Carrie ada benarnya, hanya dia yang selalu muncul dalam hidupku. Aku sering bertemu dengan hantu lain namun tak ada yang selalu intens mendatangiku selain Carrie. Dulu aku sempat ngobrol dengannya tentang kematian. Sebuah obrolan aneh karna obsesiku akan bunuh diri dan secara kebetulan aku dipertemukan dengan hantu yang pastinya telah menerima kematian, walaupun dia mati karna dibunuh. Itu sama saja untukku, seorang yang mati tetap saja mati hanya penyebabnya saja yang berbeda. Tapi jika Carrie menganggap dirinya sebagai temanku, tentu saja dengan tegas aku menolaknya. Dia terus menerus menggangguku dengan suaranya yang lirih dan terus menerus mengajakku bermain sebuah game bodoh yang bisa saja telah membunuhku sejak lama. Jika saja hantu dapat mati dua kali maka aku telah membunuh Carrie sebanyak sepuluh kali.
                
        Bagaimana jika game terakhir?”, Carrie berkata kali ini dengan ekspresi serius terdengar dari suara yang keluar dari mulutnya.
                 
         “Terakhir? Apa maksudmu?



                
     Sebuah taruhan kecil, jika kau menang aku akan pergi selamanya dari hadapanmu. Tertarik?”, sebuah tantangan yang cukup menarik perhatianku keluar dari bibir Carrie.
                
        Aku tak bisa percaya begitu saja dengan apa yang diucapkan Carrie, bagaimana mungkin aku tau bahwa dia tak menipuku. Lagipula apa keuntungan yang dia dapatkan dari game seperti ini. Hantu wanita ini tak henti hentinya berhenti mempermainkanku. Tapi ini sebuah kesempatan bagiku, aku penasaran apa yang ada di pikiran Carrie hingga berani bertaruh seperti itu.
                
    Lanjutkan, apa yang kau mau?”, aku menyuruh Carrie melanjutkan perkataannya.
                
          Kau masih ingin mati kan..?

Carrie membalikan pertanyaan kepadaku, yang kubalas dengan anggukan tanda mengiyakan pertanyaan Carrie tersebut. Apapun tantangan yang diajukan Carrie, aku akan tetap berusaha untuk mati di sini, dekat dengan keluargaku yang kucintai.

Peternakan ini tempat favoritmu dan kau pasti tau tapat jam enam sore lampu jalan di sini akan menyala. Dan lima belas menit lagi tepat jam enam.”, senyum licik Carrie makin melebar mungkin saat ini selebar bibir angsa.

Dan ini permainannya, jika lampu jalan tidak menyala tepat waktu seperti biasanya, maka kau menang dan aku dengan sukarela akan meninggalkanmu. Hiduplah sebagaimana layaknya pengantar pos yang menyedihkan..., ekspresi wajah Carrie menjadi lebih serius dari sebelumnya, dia diam sejenak sebelum melanjutkan perkataannya.

Tapi - jika lampu itu menyala tepat jam enam seperti seharusnya. Maka segera kau ambil pistolmu, letakan di mulutmu, tarik pelatuknya dan semua akan terjadi sesuai maumu. Bagimana? Menarik bukan?

Sebuah tantangan yang membuat dadaku sesak. Aku mulai ragu dengan keputusanku untuk bunuh diri, keberanianku ciut dengan tantangan gila yang diajukan oleh Carrie. Jika tadi nyawaku berada diujung pistol maka sekarang nyawaku berada pada lampu jalan. Tapi jika aku tak menerima tantangan Carrie maka dia akan terus menerus menggangku hidupku dan aku hanya akan tetap hidup dengan kerinduan akan bayang bayang keluargaku. Hampa. Keyakinanku untuk mati dan bertemu dengan keluargaku jauh membumbung lebih tinggi. Untuk apa aku tetap hidup di dunia tanpa arti dan hanya ditemani oleh hantu yang membuatku gila.

Aku terima!”, aku menjawab tantangan Carrie dengan tegas namun dengan ekspresi wajah yang kurang meyakinkan. Entah kenapa kehidupanku sebagai tukang pos mulai mempengaruhi keputusanku.

Tapi jika aku mati di tengah padang rumput peternakan seperti ini maka orang orang hanya menganggapku gila, Carrie!”, rasa takut membuatku terus melakukan pembenaran walaupun aku sendiri tak tau apa gunanya aku melakukannya.

Anak dari orang gila pun takut dibilang gila? Apa kau tak sadar dari dulu kau memang sudah dianggap gila?”

Aku terdiam mendengar ucapan Carrie. Memang benar sejak selamat dari kebakaran orang orang menganggapku gila. Apalagi dengan kemampuanku bicara dengan hantu, yang membuat orang orang merlihatku seperti selalu bicara sendirian. Tak ada yang mau berteman dengan orang yang terlihat gila sepertiku.

Kau lihat diarah utara ada pohon besar. Kau bisa berdiri di sana dan menenunggu apakah lampu jalan akan menyala tepat waktu. Jika kau mau bunuh diri dibawah pohon besar maka itu akan terlihat biasa. Bunuh diri dibawah pohon adalah hal umum – hahaha!”

Aku berjalan pelan kearah pohon yang ditunjuk oleh Carrie. Langkahku sedikit berat untuk meninggalkan pekerjaan yang kucintai, meinggalkan rumput peternakan yang dapat membuatku tenang. Namun jika terus hidup, aku selalu berada dibawah tekanan kerinduan akan sosok keluarga. Aku yakin keluargaku di dunia sana sudah menunggu kedatanganku dan jika sudah berada di dunia sana aku tidak dipusingkan lagi dengan ocehan Carrie. Aku berjalan dengan penuh keraguan dan dilema yang bergemuruh di dalam otakku.

Pohon besar ini akan menjadi saksi hidupku selajutnya. Hidup dan matiku ditentukan oleh lampu jalan yang akan menyala satu menit lagi. Ya satu menit lagi. Sambil berdiri diiringi lembut angin dari rerumputan, aku menangis untuk diriku sendiri. Ternyata aku sendiri juga takut akan kematian, lubuk hatiku mengharapkan lampu jalan tak menyala tepat waktu.

Santai, John. Semua akan berjalan lancar sesuai keinginanmu. Sekarang masukan pistol itu kedalam mulutmu dan mulailah menghitung mundur..

Aku mengikuti perintah Carrie untuk langsung memasukan pistol kedalam mulutku dan mulai menghitung mundur dari detik 60 di dalam hati. Aku melihat kearah tanah kosong bekas rumahku kemudian kearah atas untuk melihat lampu jalan yang menjadi penentukan nasibku.

Tak usah takut, John. Ini permainan terakhir kita. Anggap ini adalah malam pergantian tahun baru yang biasa dirayakan oleh semua orang di dunia. Kita akan berpesta jika waktu telah dimulai. Maka sekarang kita harus menghitung mundur bersama sama..

“Tiga belas...”

“Dua belas...”

“Sebelas..”

“Sepuluh...”

“Sembilan......”


...............................



Tidak ada komentar:

Posting Komentar